kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%
FOKUS /

Harga energi dunia meluruh


Rabu, 05 Agustus 2015 / 08:22 WIB
Harga energi dunia meluruh


Reporter: Dwi Nicken Tari, Maggie Quesada Sukiwan, Wuwun Nafsiah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Harga komoditas energi masih malas beranjak sepanjang tujuh bulan di tahun ini. Kekarnya otot dollar Amerika Serikat (AS) menjegal laju harga komoditas. Apalagi permintaan lesu akibat perlambatan ekonomi di sejumlah negara, terutama China dan wilayah Eropa.

Hingga tutup tahun ini, harga mayoritas komoditas energi diproyeksi masih melempem alias tren bearish. Terutama harga minyak, yang turun dan menyeret turun harga komoditas energi lainnya. Sekalipun bisa naik, lajunya terbatas. Apa saja penghambat pergerakan komoditas? Simak ulasan berikut ini.

Minyak Mentah

Melimpahnya suplai minyak mentah di pasar global memicu harga minyak mentah jeblok sejak awal tahun ini. Maklum, Negeri Uwak Sam menggenjot produksi shale oil. Belum lagi, anggota OPEC enggan memangkas produksi. Harga minyak semakin tertekan lantaran nilai tukar dollar AS menguat. Namun, harga minyak mencoba bangkit sejak akhir kuartal I-2015.

Kala itu, harga menguat karena kekhawatiran produksi minyak Amerika bakal turun. Pasalnya, terjadi badai yang berakibat mengganggu aktivitas pengeboran minyak. Di sisi lain, permintaan meningkat karena musim panas mendorong warga Amerika banyak berlibur menggunakan kendaraan. Tak heran, pada awal Mei 2015, minyak jenis west texas intermediate (WTI) sempat bertengger ke level US$ 62,93 per barel. Ini harga termahal sepanjang tahun ini.

Sayang, reli harga minyak terhenti. Harga minyak WTI terus tertekan hingga terpeleset ke posisi US$ 47 per barel di akhir Juli 2015. Analis SoeGee Futures Nizar Hilmy menyebutkan, koreksi harga akibat para produsen minyak berlomba mengerek produksi. Apalagi, Iran berencana melipatgandakan ekspor, setelah Barat mencabut embargo ekspor minyak negeri Mullah itu.

"Padahal, permintaan belum pulih, terutama dari China dan Eropa," paparnya. Tak heran, sejak awal tahun hingga akhir Juli lalu, harga minyak WTI tercatat masih jeblok sekitar 18,05%. Menurut Nizar, harga minyak masih akan berkonsolidasi, dengan kecenderungan semakin turun di akhir tahun ini. Tren bearish belum akan berubah selama perekonomian negara pengguna minyak terbesar seperti Tiongkok belum pulih. Apalagi, ada rencana kenaikan suku bunga The Fed yang bisa semakin menguatkan dollar AS.

Prediksinya, hingga akhir kuartal III-2015, minyak WTI akan bergerak di kisaran US$ 40 hingga US$ 50 sebarel. Sedangkan akhir tahun, harga bisa menuju support US$ 40 dengan level resistance US$ 55 per barrel. Selasa (4/8) pukul 17.10 WIB, harga WTI pengiriman September 2015 di Nymex rebound 1,7% menjadi US$ 45,97 sebarel.

Batubara

Selama tujuh bulan di tahun ini, harga batubara melempem. Permintaan melorot, lantaran perekonomian sejumlah negara pengguna batubara terseok-seok. Selain China, krisis yang menerpa Yunani turut melemahkan prospek pemulihan ekonomi kawasan Eropa.

Selain itu, permintaan terancam turun karena kampanye penggunaan energi ramah lingkungan yang didengungkan sejumlah negara maju, seperti Amerika Serikat dan Jepang. Akibatnya, harga komoditas energi ini sempat terperosok ke level terendah sejak tahun 2009 pada Rabu (8/4).

Kala itu, harganya menyentuh level US$ 51 per metrik ton. Meski demikian, harga batubara masih lebih baik ketimbang minyak mentah. Buktinya, dibandingkan tahun lalu, harga hanya turun sekitar 2% per akhir Juli lalu.

Research and Analyst Fortis Asia Futures Deddy Yusuf Siregar mengatakan, batubara diuntungkan karena musim dingin yang sempat melanda wilayah Eropa. Ini mendongkrak kebutuhan batubara untuk bahan bakar penghangat ruangan. Selain itu, hingga semester pertama berakhir, kampanye penggunaan energi bersih masih sulit direalisasikan di tengah gejolak perekonomian global.

Maklum, peralihan menggunakan bahan bakar ramah lingkungan seperti gas alam terkendala investasi yang cukup besar. Meski sempat bangkit Deddy menerawang, prospek harga batubara belum pulih. Spekulasi kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS alias The Federal Reserve bakal menjadi sentimen negatif.

Sebab, ketika dollar AS kokoh, harga komoditas menjadi kurang menarik. Dari sisi permintaan juga belum akan pulih. Perekonomian global masih tiarap. Bahkan, Dana Moneter Internasional (IMF) sudah merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini, dari semula 3,5% menjadi 3,3%.

"Dengan fundamental tersebut, harga batubara akan tertekan hingga akhir tahun ini," ungka Deddy. Ia meduga, hingga akhir kuartal III-2015, harga batubara bergerak di rentang US$ 57,20-US$ 58 per metrik ton. Akhir tahun ini, harga diprediksi jatuh ke bawah US$ 55 per metrik ton.

Senin (3/8), batubara pengiriman Agustus 2015 di ICE Futures Europe lanjut turun 0,51% menjadi US$ 58,60 per metrik ton.

Gas Alam

Pergerakan harga gas alam lebih fluktuatif tahun ini. Mengawali tahun 2015, harganya merangkak naik seiring peningkatan permintaan. Kala itu, musim dingin ekstrim melanda sebagian negara di kawasan Eropa, Amerika, dan Asia.

Permintaan gas alam untuk bahan bakar penghangat ruangan meningkat. Makanya, harga gas sempat bertengger di level US$ 3,19 per MMBtu pada 14 Januari 2015. Namun, saat musim dingin berakhir pada penghujung kuartal I-2015, harga gas alam pun ikut memuai.

Apalagi, spekulasi kenaikan suku bunga The Fed semakin mendongkrak otot dollar AS, sehingga menekan harga komoditas, termasuk ga salam. Krisis yang menerpa Eropa, Rusia dan Tiongkok semakin melemahkan permintaan gas. Alhasil, harganya sempat jatuh ke level US$ 2,62 per MMBtu pada April lalu.

Analis Equilibrium Komoditi Berjangka Ibrahim menilai, pergerakan harga gas sangat fluktuatif karena dipengaruhi faktor cuaca. Itu sebabnya, harganya kembali bangkit pada Juni lalu, seiring musim panas menerpa sebagian Amerika dan Asia. Namun, kenaikannya tak bertahan lama.

Menurut Ibrahim, kenaikan harga terbatas lantaran perekonomian global masih lemah. Meski seharusnya permintaan melonjak untuk bahan bakar pendingin ruangan, namun masyarakat terlihat lebih berhemat karena ekonomi sedang lesu. Dibandingkan akhir tahun lalu, harga gas alam masih terkoreksi sekitar 9,79% per akhir Juli 2015.

Hingga akhir tahun ini, proyeksi Ibrahim, harga gas alam masih berpeluang naik. Masih ada potensi kenaikan permintaan saat musim dingin. Tapi, kenaikannya relatif terbatas, sebab terganjal rencana kenaikan suku bunga The Fed pada September mendatang. Pada akhir kuartal III-2015, prediksinya, gas alam akan mencapai level US$ 2,69 per MMBtu, dan menuju US$ 3,00 per MMBtu di akhir tahun ini.

Kemarin, gas alam pengiriman September 2015 di Nymex naik 1,58% ke posisi US$ 2,79 per MMBtu.

Gasolin

Berbeda dengan gas alam yang menguat saat musim dingin, harga gasolin alias bensin justru cenderung naik ketika musim panas. Maklum, di negara empat musim, masyarakat membutuhkan lebih banyak gasolin sebagai bahan bakar kendaraan. Mereka memanfaatkan musim panas untuk berlibur menggunakan kendaraan.

Sedangkan, pada musim dingin, masyarakat tidak banyak beraktivitas, sehingga kebutuhan bensin lebih sedikit. Sebagai salah satu pengguna gas terbesar di dunia, sepinya aktivitas di Amerika Serikat pada kuartal I-2015 akibat musim dingin, ikut menjatuhkan harga gasolin.

Makanya, pada kuartal pertama tahun ini, harganya sempat jatuh ke USd 153,51 per gallon. Selanjutnya, harga gasolin bangkit pada Juni 2015, seiring awal musim panas. Pada periode tersebut, harga bahan bakar ini bertengger di level USd 204,94 per gallon. Terhitung selama tujuh bulan di tahun ini, harga gasolin tercatat masih naik 3,40%.

Tapi, penguatan harga gasolin sulit berlanjut hingga akhir tahun ini. Pasalnya, penghujung tahun ini, musim dingin bakal menyelimuti sebagian wilayah Barat. Dus, gasolin bisa terseret ke posisi US$ 145 per gallon di akhir 2015. "Setidaknya, hingga akhir kuartal III-2015, harganya turun ke USd 155 per galon," proyeksi Ibrahim.

Selain musim dingin, kata Ibrahim, ada ancaman kenaikan suku bunga The Fed, dan masih melambatnya perekonomian global. Ini bisa menekan komoditas. Kemarin, harga gasolin pengiriman September 2015 di Nymex naik 1,73% menjadi US$ 170,35 per galon.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×