Reporter: Adi Wikanto, Adinda Ade Mustami, Agus Triyono, Asep Munazat Zatnika | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Merevisi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) selalu dilakukan pemerintah sebelum tengah tahun, sehingga menghasilkan APBN-Perubahan / APBN-P . Namun, merevisi APBN-P jarang terjadi. Meski demikian, APBN-P 2016 harus direvisi karena ancaman penerimaan negara yang meleset jauh dari target.
Keputusannya, Menteri Keuangan Sri Mulyani bilang, alokasi belanja negara bakal dipotong Rp 133,8 triliun. Anggaran pemerintah pusat dipangkas Rp 65 triliun dan dana transfer ke daerah dikurangi Rp 68,8 triliun.
Pemerintah meyakini, pemangkasan anggaran bukanlah efisiensi yang bisa menghambat laju ekonomi. Menkeu beralasan, pemangkasan anggaran tidak menyentuh pada proyek dan program yang sedang dan akan berjalan.
Pemotongan anggaran juga tidak dilakukan pada proyek dan program prioritas yang menjadi visi-misi Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. "Presiden sudah melihat bahwa banyak sekali ruang untuk efisiensi apakah itu biaya perjalanan ataupun dana operasional yang memang tidak prioritas. Jadi, ini tidak memotong hal-hal yang memang sudah merupakan prioritas pemerintah seperti infrastruktur," ujar Sri Mulyani, dikutip dari Antara, Kamis (4/8).
Menurut mantan menteri keuangan yang saat ini menjabat Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro, pemangkasan anggaran akan difokuskan kepada belanja yang dipastikan tidak bisa terserap. Menurutnya potensi belanja pemerintah yang tidak terserap dalam APBN-P 2016 masih besar. "Setiap tahun pasti ada yang tidak terserap, tahun lalu saja tidak terserap 10%. Itu akan dilihat," kata Bambang.
Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo pun menegaskan, anggaran infrastruktur yang menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi, tidak akan terkena pemangkasan. Anggaran infrastruktur bersama belanja pendidikan, kesehatan adalah pos yang tidak terkena efisiensi.
Pemerintah pun percaya diri, meski anggaran terpangkas untuk kedua kali, target pertumbuhan ekonomi yang tercantum di APBN-P 2016 sebesar 5,2% masih bisa tercapai. Apalagi, pemerintah akan melebarkan defisit anggaran dari 2,35% dari PDB menjadi 2,5% dari PDB. Dengan pelebaran defisit tersebut, pemerintah akan mendapat pasokan dana dari utang sebesar Rp 17 triliun.
Apalagi, data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan, pertumbuhan ekonomi kuartal II 2016 mencapai 5,18% secara year on year (yoy). Angka ini melebihi ekspektasi Bank Indonesia yang memperkirakan pertumbuhan hanya 5,09%.
Keraguan ekonom
Namun, para ekonom berpendapat lain. Para pakar ekonomi memastikan, pemangkasan anggaran yang sangat besar ini bakal menghambat laju ekonomi. "Target pertumbuhan ekonomi 5,2% tahun ini sulit tercapai," kata Aldian Taloputra, Ekonom Standard Chartered Bank.
"Tanpa pemangkasan saja hanya tumbuh 5%, apalagi dipangkas," tambah Dendi Ramdani, Ekonom Bank Mandiri.
Pakar ekonomi yang juga Direktur Institute for Development Economic and Finance ( INDEF ) Enny Sri Hartati, pun pesimis, pemerintah bisa mencapai target pertumbuhan ekonomi 5,2% pada tahun ini. Apalagi, bisa berkaca pada hasil kinerja pertumbuhan ekonomi kuartal II yang diumumkan BPS.
Data BPS mencatat, penyokong utama pertumbuhan ekonomi kuartal II ini adalah pengeluaran konsumsi Lembaga Non Profit Melayani Rumah Tangga (LNPRT) dan belanja pemerintah yang tumbuh di atas 6%.
Wajar saja, pemerintah berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi. Pasalnya, pada kuartal II lalu, pemerintahan Jokowi-Kalla memang mengoptimalkan penyerapan anggaran.
Kementerian Keuangan melaporkan, realisasi belanja negara hingga akhir kuartal II 2016 mencapai 41.5% dari alokasi (lihat tabel). Jumlah ini melesat jauh dibandingkan pencapaian akhir kuartal I hanya 18,7% atau senilai Rp 390,9 triliun. Penggunaan belanja pemerintah pusat melesat drastis dari Rp 193,6 triliun (14,6%) menjadi Rp 481,33 triliun (36,8%)
Realisasi Anggaran Semester I 2015-2016 (Rp miliar) | ||||||
Uraian | APBNP 2015 | Realisasi | % | APBNP 2016 | Realisasi | % |
A. PENDAPATAN NEGARA | 1.761.642,8 | 667.926,4 | 37,9 | 1.786.225,0 | 634.677,2 | 35,5 |
I. PENDAPATAN DALAM NEGERI | 1.758.330,9 | 667.553,7 | 38 | 1.784.249,9 | 634.112,2 | 35,5 |
1 . Penerimaan Perpajakan | 1.489.255,5 | 535.103,0 | 35,9 | 1.539.166,2 | 522.008,1 | 33,9 |
2 . Penerimaan Bukan Pajak | 369.075,4 | 132.450,7 | 49,2 | 245.083,6 | 112.104,1 | 45,7 |
II. PENERIMAAN HIBAH | 3.311,9 | 372,7 | 11,3 | 1.975,2 | 565,0 | 28,6 |
B. BELANJA NEGARA | 1.984.149,7 | 752.193,4 | 37,9 | 2.082.948,9 | 865.354,4 | 41,5 |
I. BELANJA PEMERINTAH PUSAT | 1.319.549,0 | 417.518,8 | 31,6 | 1.306.696,0 | 481.334,8 | 36,8 |
II. TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA | 664.600,7 | 334.674,6 | 50,4 | 776.252,9 | 384.019,6 | 49,5 |
C. KESEIMBANGAN PRIMER | (66.776,0) | (10.677,5) | 16 | (105.505,6) | (143.410,2) | 135,9 |
D. SURPLUS/DEFISIT ANGGARAN (A-B) | (222.506,9) | (84.267,1) | 37,9 | (296.723,9) | (230.677,2) | 77,7 |
% Defisit terhadap PDB | (1,9) | (0,7) | (2,4) | (1,8) | 77,9 | |
E. PEMBIAYAAN (I+II) | 222.506,9 | 177.187,3 | 79,6 | 296.723,9 | 276.587,5 | 93,2 |
I. PEMBIAYAAN DALAM NEGERI | 242.515,0 | 199.818,6 | 82,4 | 299.250,8 | 300.885,0 | 100,5 |
II. PEMBIAYAAN LUAR NEGERI (neto) | (20.008,1) | (22.631,4) | 113,1 | (2.526,9) | (24.297,5) | 961,5 |
KELEBIHAN/KEKURANGAN PEMBIAYAAN | 92.920,2 | 45.910,3 | ||||
Sumber: Kementerian Keuangan |
Namun, berkaca dari hal itu pula, Enny mengingatkan, dengan optimalisasi anggaran saja, kontribusi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi kuartal II 2016 hanya 6,28%. "Dengan efisiensi anggaran, kontribusi belanja pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi akan kembali melambat seperti kuartal I 2016," jelas Enny.
Tekanan konsumsi masyarakat
Ditambah lagi, mulai kuartal III ini sudah tidak ada sentimen positif pendorong konsumsi rumah tangga. Pada kuartal II, kontribusi pengeluaran rumah tangga terhadap pertumbuhan ekonomi cukup besar karena ada faktor puasa dan Lebaran. Masyarakat banyak membelanjakan dananya pada Juni.
Bahkan, pengeluaran rumah tangga pada kuartal III ini malah berpotensi tertekan. Pasalnya, sejauh ini harga bahan pangan tak kunjung turun pasca Lebaran.
Kementerian Perdagangan mencatat, harga rata-rata nasional komoditas telur ayam ras Rp 24.750 per kilogram (kg) pada 4 Agustus 2016. Harga ini naik dibandingkan sebelum Lebaran yang hanya sekitar Rp 23.000 per kg. Kondisi serupa juga terjadi pada komoditas cabai merah keriting yang masih bertengger di atas Rp 30.000 per kg, lalu bawang merah lebih dari Rp 44.000 per kg.
"Ini luar biasa. Umumnya setelah Lebaran harga-harga turun, tapi sekarang masih bertahan tinggi," ujar Enny. Oleh karena itu, jika pemerintah ingin mengamankan pertumbuhan ekonomi, produksi dan distribusi pangan harus dijaga.
Pemerintah juga perlu kembali memacu investasi. Sehari sebelum menjabat sebagai Menteri Keuangan, Sri Mulyani di sebuah seminar menyatakan, kunci pemulihan ekonomi Indonesia adalah investasi atau penanaman modal.
Nyatanya, data terbaru BPS memperlihatkan, pertumbuhan investasi pada kuartal II 2016 malah lebih kecil dibandingkan kuartal sebelumnya. Pertumbuhan pembentukan modal domestik bruto (PMTB) atau investasi kuartal kedua tahun ini tercatat 5,06% YoY. Angka tersebut lebih rendah dibanding kuartal sebelumnya yang mencapai 5,57%.
"Jadi kalau sekarang (investasi) cuma tumbuh 5% itu berarti masih jauh untuk bisa pulih," kata Sri Mulyani, Jumat (5/8).
Enny menganalisa, selain karena faktor wait and see, pengusaha masih enggan tanam modal karena ada hambatan investasi. Pemerintah memang sudah mengeluarkan paket kebijakan yang menderegulasi persyaratan penghambat investasi.
Namun, deregulasi tersebut hanya sebatas di level pusat, sedangkan di daerah masih banyak hambatannya. Padahal, realisasi penanaman modal adalah di daerah.
Enny menghitung, dengan banyaknya hambatan, ekonomi RI kuartal III dan IV sulit di atas 5%. Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi versi hitungan Enny hanya 4,9%-5%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News