kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ451.002,22   8,62   0.87%
  • EMAS1.199.000 0,50%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%
FOKUS /

Dari nol ke negatif, apa langkah Fed selanjutnya?


Rabu, 10 Februari 2016 / 09:25 WIB
Dari nol ke negatif, apa langkah Fed selanjutnya?


Sumber: CNBC | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

NEW YORK. Penerapan suku bunga negatif di AS sepertinya merupakan ide yang tak pernah terpikirkan sebelumnya oleh pelaku pasar. Namun, kini, The Federal Reserve mengimbau pihak perbankan untuk melakukan persiapan menghadapi suku bunga negatif, hanya untuk berjaga-jaga.

Untuk pertama kalinya dalam sejarah, badan pemerintah dan bank sentral mensyaratkan perbankan untuk mempersiapkan kemungkinan terjadinya yield surat utang AS di level negatif. Menurut rilis yang keluarkan The Fed tertanggal 28 Januari, skenario ini murni hipotesis dan bukan prediksi.

Meski demikian, perkembangan itu merupakan bagian dari skenario besar dunia di mana suku bunga nol berubah menjadi suku bunga negatif.

Sejumlah pengamat menilai, perubahan arah kebijakan suku bunga ini merupakan efek domino dari kebijakan suatu negara. Ilustrasinya begini.

Sebuah negara yang mengalami perlambatan ekonomi memutuskan bahwa salah satu cara terbaik untuk mengangkat kembali ekonomi mereka adalah dengan mendevaluasi nilai mata uang, mempermurah nilai ekspor, dan kebijakan itu membuat negara mereka lebih menarik ketimbang negara yang memiliki yield mata uang yang lebih tinggi dan memiliki daya beli yang kuat.

Kesuksesan yang didulang negara tersebut mulai dicontoh oleh negara lain. Lalu, menjalar ke negara lain. Dan negara lainnya. Bahkan, untuk bertahan di permainan tersebut, bank sentral dunia terus melakukan devaluasi hingga tidak ada lagi yang tersisa. Akhirnya, untuk mendevaluasi, dipilihlah strategi suku bunga negatif.

Dalam jangka pendek ke depan, sepertiga dari surat utang sebuah negara akan memiliki yield negatif. Pada gilirannya, kebijakan yang dinilai ampuh untuk menstimulasi kredit dan pertumbuhan negara berbasis ekspor akan menjadi kebijakan tak berarti yang terus dilakukan bank sentral.

Seperti yang baru saja dilakukan Bank of Japan baru-baru ini. Tiba-tiba, kebijakan suku bunga nol (zero interest rate policy/ZIP) berubah menjadi kebijakan suku bunga negatif (negative interest rate policy/NIRP).

Kebijakan NIRP ini sudah diterapkan Jepang pada pekan lalu. Hasilnya, tingkat yield surat utang pemerintah Jepang berjangkawaktu 10 tahun menjadi negatif pada Senin (8/2) lalu untuk pertama kalinya dalam sejarah. Tak pelak, muncul kecemasan baru bahwa the Federal Reserve juga akan segera memberlakukan NIRP.

"Sepertinya, NIRP menjadi alat kebijakan kunci bagi sejumlah bank sentral utama dunia seiring langkah mereka memerangi inflasi, penguatan mata uang, dan perlambatan ekonomi," jelas Jeffrey Kleintop, chief global investmeny strategist Charles Schwab.

Dia menambahkan, efektivitas dari kebijakan suku bunga negatif masih diragukan. "Dan dengan meningkatkan suku bunga negatif tidak hanya akan semakin menambah beban berat pasar modal, tapi juga bagi faktor-faktor pendorong pertumbuhan ekonomi," urainya.

Memang, kebijakan ZIRP bisa mendorong pasar saham lebih tinggi. Namun, meluasnya kebijakan NIRP secara kebetulan terjadi bersamaan dengan anjloknya pasar saham global, khususnya saham-saham finansial.

Menebak langkah The Fed

Analis menilai, kemungkinan The Fed untuk memberlakukan NIRP (setidaknya saat ini) masih sangat kecil. Ini mengingat, the Federal Open Market Committee, baru saja menaikkan target suku bunga acuannya pada Desember untuk kali pertama dalam sembilan tahun terakhir. Sehingga, mengubah kebijakan itu merupakan kemunduran yang mengejutkan.

Meski demikian, sejumlah petinggi Te Fed sempat melontarkan ide tersebut.

Dalam pidatonya pada pekan lalu, Wakil Pimpinan The Fed Stanley Fischer bilang, "Percobaan Eropa terkait suku bunga negatif bekerja lebih baik dari yang saya harapkan." Pernyataan itu menimbulkan spekulasi bahwa bank sentral AS juga tengah mempertimbangkan untuk menerapkan kebijakan yang sama.

Suku bunga negatif di Amerika akan dimulai dengan pembayaran bunga atas kelebihan cadangan yang perbankan simpan di The Fed. Nilainya saat ini mencapai US$ 2,15 triliun dengan bunga 0,5%. Dengan suku bunga negatif, maka perbankan akan dikenakan biaya saat menyimpan dana mereka di bank sentral.

Hal itu akan mendorong perbankan enggan menyimpan dananya. Sehingga, pilihannya adalah menyalurkan dana tersebut ke sistem perekonomian melalui pinjaman. Tentunya hal itu akan menstimulasi pertumbuhan ekonomi.

Hanya saja, analis menilai, ide tersebut hanya sebatas teori saja. Ada beberapa masalah yang akan muncul dari pemberlakuan kebijakan ini.

Pertama, perbankan akan berupaya mengganti kerugian pendapatan mereka dengan meningkatkan bunga pinjaman yang disalurkan. Kedua, semakin banyak negara yang memberlakukan suku bunga negatif, maka kebijakan tersebut akan semakin tidak efektif.

Terakhir, masalah akut yang biasanya timbul di Amerika, kebijakan suku bunga negatif dapat menyebabkan kejutan ke pasar uang AS yang bernilai US$ 2,75 triliun. Ada kecemasan, skenario ini dapat memicu krisis finansial lain di mana dana besar di pasar uang tidak dapat mengembalikan return investasi sesuai harapan.

"Segala sesuatu akan kacau jika suku bunga negatif. Pasar uang AS merupakan yang terbesar di dunia dan banyak komitmen yang terikat di sana. Demikian juga likuiditas bagi ekonomi AS. Merusak tatanan pasar uang akan terlalu dramatis bagi the Fed untuk mempertimbangkan kebijakan ke arah sana," papar Kim Rupert, managing director global fixed income Action Economics.

Kendati demikian, kondisi market mengindikasikan, jika The Fed tidak mengambil kebijakan NIRP, maka kemungkinan untuk menerapkan kebijakan kenaikan suku bunga agresif ke depannya akan nihil.

Sementara itu, Michael Darda, chief economist and market strategist MLM Partners menilai, the Fed akan bijak membaca sinyal dari market dan tidak terlalu memperhatikan tren kebijakan yang ada.

Menurut Darda, langkah the Fed untuk mengakhiri ZIRP dan quantitative easing, telah berubah menjadi pengetatan kebijakan moneter dunia, sama dengan apa yang terjadi pada 1930-an silam.

Darda juga mengatakan, dengan menerapkan kebijakan NIRP saat ini, maka hal itu dapat dinilai sebagai reaksi kepanikan bahwa segala sesuatu akan semakin memburuk.

Analis lainnya, Mark Cabana yang merupakan rates strategist Bank of America Merrill Lynch mengatakan, meski tidak menjadi skenario utama, jika ekonomi AS melemah secara signifikan, dia percaya the Fed akan mempertimbangkan suku bunga negatif sebagai langkah pelonggaran kebijakan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Storytelling with Data (Data to Visual Story) Mastering Corporate Financial Planning & Analysis

[X]
×