kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45998,34   4,74   0.48%
  • EMAS1.199.000 0,50%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%
FOKUS /

Brexit dan 10 fakta pentingnya


Kamis, 31 Maret 2016 / 17:12 WIB
Brexit dan 10 fakta pentingnya


Reporter: Barratut Taqiyyah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

LONDON. Mengherankan. Satu kata ini sangat tepat ditujukan bagi Inggris. Di saat negara-negara lain gencar membentuk atau bergabung dengan blok ekonomi regional, Inggris malah ingin hengkang dari blok ekonomi terbesar di dunia.

Jika ditilik, masalah yang dihadapi Uni Eropa (UE) tidak ada habis-habisnya. Beberapa waktu lalu, krisis ekonomi melanda kawasan ini dan menghempaskan performa euro. Setelah itu, muncul krisis utang Yunani yang mengancam persatuan Uni Eropa.

Baru kemudian muncul krisis pengungsi yang masih belum terselesaikan hingga kini. Dan sekarang, muncul Brexit atawa British Exit.

Apa sebenarnya Brexit dan bagaimana dampaknya terhadap perekonomian global? Berikut adalah pertanyaan yang kerap muncul mengenai Brexit.

1. Apakah Brexit itu?

Brexit merupakan singkatan yang mengacu pada kondisi di mana Inggris mengancam akan hengkang dari blok 28 negara Eropa. Kata ini mencontek dari Grexit, yang sudah digunakan beberapa tahun terakhir untuk menunjukkan kemungkinan Yunani meninggalkan UE.

2. Kapan referendum UE akan dilaksanakan di Inggris?

Perdana Menteri Inggris David Cameron sudah menetapkan tanggal referendum, yakni 23 Juni 2016 yang jatuh pada hari Kamis. Di bawah undang-undang, Cameron harus memberikan informasi mengenai referendum 16 pekan sebelumnya.

3. Siapa saja yang berhak memilih dalam referendum Inggris?

Mereka yang dapat memilih adalah warga Inggris, Irlandia atau negara persemakmuran yang berusia di atas 18 tahun dan bertempat tinggal di Inggris. Warga Inggris yang tinggal di luar negeri kurang dari 15 tahun juga berhak untuk memilih.

4. Kapan Inggris bergabung dengan UE?

Inggris bergabung dengan Masyarakat Ekonomi Eropa atau European Economic Community (EEC) -pendahulu Uni Eropa- pada 1 Januari 1973. Ini merupakan ambisi dari Perdana Menteri Edward Heath yang bernegosiasi agar Inggris bergabung dengan Eropa.

Heath merupakan negosiator andal saat Presiden Prancis waktu itu, Charles de Gaulle- menolak  masuknya Inggris pada 1963. De Gaulle kembali menolak Inggris, namun jatuh dari kekuasaan pada 1969, sehingga membuka jalan bagi pembentukan Inggris baru.

5. Apakah Uni Eropa itu?

Uni Eropa merupakan persatuan 28 negara yang terhimpun dalam zona perdagangan bebas. Dengan Produk Domestik Bruto (PDB) lebih dari US$ 18.000 miliar dan populasi mencapai lebih dari 500 juta, UE merupakan blok ekonomi terbesar dunia.

Selama lebih dari setengah abad, sudah dilakukan perubahan perjanjian dan tercipta badan-badan penting seperti Komisi Eropa, Parlemen Eropa, Pengadilan Eropa, hingga Dewan Eropa.

Negara anggota masih tetap menjadi aktor utama dalam UE, di mana Kanselir Jerman Angela Merkel merupakan pimpinan utama di blok tersebut.

6. Bagaimana cara kerja Brexit?

Brexit terkait erat dengan masalah perencanaan kontingen. Salah satunya, isu mengenai hubungan masa depan Inggris dengan UE yang hanya akan dimulai jika hasil pemungutan suara memutuskan bahwa Inggris akan hengkang dari UE. Jika demikian, negosiasi kedua belah pihak akan berlangsung selama dua tahun.

Namun, ada juga yang dinamakan model Norwegia, di mana Inggris akan meninggalkan Uni Eropa namun tetap bagian dari EEA. Dalam terminologi "hard exit", Inggris akan kehilangan pengaruh atas undang-undang Uni Eropa dan mengucapkan selamat tinggal pada paspor.

Sedangkan skenario jalan tengah yakni Inggris akan mempertahankan paspor tetapi mendapatkan hak otonomi atas isu-isu utama di luar keuangan, seperti imigrasi. Tapi, hal itu tergantung pada peraturan keuangan Inggris apakah sejalan dengan negara-negara UE lainnya.

7. Bagaimana kilas balik munculnya Brexit?

Partai Konservatif Inggris memang kerap skeptis mengenai Uni Eropa. Bahkan pada janji politik pemilihan umum pada Mei 2015 lalu, partai ini berjanji akan menggelar referendum pada 2017 dengan pilihan Inggris tetap di Uni Eropa atau memilih keluar.

Namun, sebelum referendum dihelat, Perdana Menteri Inggris David Cameron ingin melakukan negosiasi lagi mengenai persyaratan keanggotaan Inggris dengan UE. Jika dia mendapatkan reformasi yang diinginkan, Cameron berjanji akan berkampanye agar Inggris tetap di UE.

Dalam surat tertanggal 10 November 2015 ke Donald Tusk, President of the European Council, Cameron menjelaskan secara terperinci reformasi yang diinginkan bagi Inggris. Pada Pertemuan Dewan Eropa pada 17-18 Desember 2015, Cameron mengajukan proposal empat area utama negosiasi antara Inggris dan UE.

Pertama, economic governance. Mengingat bahwa UE memiliki lebih dari satu mata uang, Inggris ingin memastikan bahwa negara di luar zona Euro tidak dirugikan; negara non anggota zona Eropa tidak akan berkontribusi menyokong Euro; Jika zona Eropa memutuskan untuk mendirikan persatuan perbankan, maka keterlibatan negara non-anggota harus sukarela.

Kedua, persaingan atau competitiveness. Fokus pada pertumbuhan ekonomi untuk mendongkrak tingkat lapangan kerja; mencoba mendirikan Persatuan Pasar Modal; menetapkan target untuk me-review kembali peraturan yang dirasa tidak perlu yang memberatkan bisnis; mempromosikan pasar tunggal yang akan berkontribusi 3% pada PDB UE dan meningkatkan daya saing serta produktivitas.

Ketiga, kedaulatan atau sovereignty. Ini merupakan isu utama dari perdebatan di mana undang-undang UE tidak dibuat oleh Parlemen Eropa melainkan Komisi Eropa; memberikan kekuasaan lebih bagi parlemen nasional untuk memblokir legislasi UE; UE harus menghormati protokol Departemen Kehakiman dan Keamanan Inggris; pasukan keamanan nasional  masih memiliki tanggungjawab penuh bagi warga negaranya, tapi mereka harus bekerja sama jika ada ancaman keamanan terhadap kawasan.

 

Keempat, imigrasi. Tingkat imigrasi per tahun mencapai 300.000 orang, khususnya di UE, menyebabkan kepadatan yang tinggi pada sekolah, rumah sakit, dan fasilitas umum lainnya; untuk menghentikan hal tersebut, imigran dari UE yang tinggal di Inggris harus memberikan kontribusi bagi ekonomi selama empat tahun sebelum mereka berhak mendapatkan tunjangan dari pemerintah. 

8. Bagaimana dampak Brexit terhadap perdagangan Inggris?

Statistik perdagangan pemerintah menunjukkan bahwa Uni Eropa merupakan destinasi separuh dari ekspor barang Inggris. Besar kemungkinan kesepakatan perdagangan akan terus berlanjut setelah Brexit karena adanya keuntungan bagi masing-masing pihak.

Namun, skenario terburuk, eksportir Inggris akan menghadapi sejumlah pajak tambahan jika mereka keluar dari pasar tunggal. Meski demikian, di bawah Kesepakatan Lisbon, sebuah negara yang keluar dari Uni Eropa memiliki waktu dua tahun untuk menegosiasikan kembali perjanjian perdagangan.

Sejumlah pihak menilai, aksi Brexit akan memberikan dampak negatif baik bagi UE maupun Inggris.

Deputi Sekjen Organization Economic Cooperation and Development (OECD) Stefan Kapferer mengatakan, keuntungan utama bergabung dalam UE adalah perdagangan bebas barang dan jasa. "Ini akan berdampak negatif bagi Inggris jika memutuskan keluar dari UE," jelas Kapferer.

Selain itu, lanjutnya, Brexit akan mengakibatkan ketidakpastian lain saat perekonomian Eropa menghadapi banyak persoalan besar.

Berdasarkan data OECD, UE merupakan pasar penting bagi Inggris. Negara-negara UE berkontribusi 53% bagi impor Inggris dan 48% ekspornya.

Partner dagang utama Inggris di 2014 lalu adalah Jerman, yang menyumbang 12,3% dari total perdagangan di Inggris. Posisi kedua adalah AS (9,5%), diikuti oleh Belanda (7,5%), China (7,3%), dan Prancis (5,9%).

Kapferer memprediksi, dalam kasus Brexit, perekonomian Jerman juga akan terkena dampak negatif. Dia menambahkan, sejumlah perusahaan multinasional yang berbasis di Inggris harus memindahkan kantor pusat mereka ke negara UE lainnya.

9. Bagaimana dampak Brexit terhadap ekonomi Asia?

Negara-negara Asia saat ini mulai bersiap mengalami penurunan ekonomi jika hasil voting menunjukkan Inggris keluar dari keanggotaan UE.

Sejumlah negara Asia sudah "berteriak" agar Inggris tetap menjadi anggota UE, termasuk China dan India.

Demikian pula halnya dengan sejumlah perusahaan besar Asia. Nissan, misalnya, bilang bahwa dengan tetap menjadi anggota EU, Inggris akan mendapatkan banyak keuntungan mulai dari terbukanya lapangan kerja, perdagangan, dan rendahnya biaya perdagangan.

Para pendukung Brexit berpendapat, dengan melepas keanggotaan UE, maka Inggris akan terbebas dari peraturan UE. Dengan demikian, Inggris akan lebih bebas melakukan transaksi dagang dengan negara-negara Asia.

Meski demikian, pertemuan menteri keuangan G-20 pada 26-27 Februari lalu menyimpulkan, Brexit akan menyebabkan guncangan pada perekonomian dunia. Selain itu, nilai tukar poundsterling akan jatuh lebih dalam.

Inggris sendiri menyadari, jika mereka meninggalkan UE, maka Inggris harus bersaing dengan blok perdagangan lain. Itu tentunya akan sangat sulit dilakukan.

Sekadar informasi, ekspor dari ASEAN ke UE mencatatkan peningkatan dari 70 miliar euro (US$ 76 miliar) di 2004 menjadi 100 miliar euro (US$ 109 miliar) di 2014.

Selain itu, negara-negara ASEAN juga berkomitmen untuk melakukan negosiasi perdagangan dengan UE. Artinya, Inggris harus memulai proses tersebut dari nol jika mereka memutuskan Brexit.

10. Bagaimana kemungkinan hasil Brexit?

Hasil polling Brexit tampak beragam. Polling telepon Ipsos Mori pada 16 Februari lalu menunjukkan, 54% warga menginginkan agar Inggris tetap menjadi anggota UE. Sedangkan 36% lainnya memilih untuk keluar dari keanggotaan UE.

Sementara, polling ICM yang dilakukan secara online pada 7 Februari menunjukkan, 42% responden menyetujui Brexit versus 41% responden memilih untuk tetap menjadi anggota UE.

(Dari berbagai sumber)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Storytelling with Data (Data to Visual Story) Mastering Corporate Financial Planning & Analysis

[X]
×