kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%
FOKUS /

BI rate sudah 7,25%, pasar inginnya turun lagi


Kamis, 14 Januari 2016 / 21:56 WIB
BI rate sudah 7,25%, pasar inginnya turun lagi


Reporter: Amailia Putri Hasniawati, Dina Mirayanti Hutauruk, Galvan Yudistira, Hendra Gunawan, Maggie Quesada Sukiwan, Nina Dwiantika | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Bank Indonesia (BI) akhirnya luluh juga dengan "desakan" pelaku pasar untuk menurunkan suku bunga acuannya atau BI rate. Kamis (14/1) ini, BI pun menurunkan BI Rate menjadi 7,25% dari sebelumnya 7,5%.

Namun ada yang berbeda dalam keputusan BI kali ini. Pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) hari pertama, yaitu kemarin (13/1), rapat yang biasanya hanya dihadiri oleh pejabat BI, kali itu dihadiri perwakilan pemerintah, yakni Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution.

Kabarnya, kehadiran Darmin untuk mendorong Dewan Gubernur BI agar mau menurunkan suku bunga acuannya. Tujuannya, tentu saja untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Dan hasilnya, di rapat kedua hari ini (14/1), BI menurunkan BI rate.

Seperti diketahui, Wakil Presiden Jusuf Kalla, dalam beberapa kali kesempatan selalu meminta agar BI menurunkan suku bunganya untuk menggiatkan dunia usaha di saat kondisi perekonomian tengah tak menentu.

Namun Darmin membantah jika kehadirannya di RDG untuk ikut campur dalam penentuan BI rate. Ia menegaskan, pemerintah tidak akan meminta BI untuk menurunkan BI rate. Sebab kata dia, itu menjadi kewenangan Gubernur Bank Indonesia.

“Kewenangan ada di BI. Pemerintah tidak ikut mengambil keputusan,” ujarnya.

Bahkan menurutnya, dalam rapat-rapat RDG selanjutnya, pemerintah akan tetap diikutsertakan untuk mempererat koordinasi agar kondisi makroekonomi terjaga.

Hal senada diungkapkan Direktur Eksekutif BI Tirta Segara. Menurutnya, keputusan penurunan ini sejalan dengan pernyataan BI sebelumnya. Yakni terkait kian terbukanya pelonggaran kebijakan moneter seiring terjaganya stabilitas makroekonomi.

Selain itu, sentimen positif dari pasar pasca kenaikan suku bunga The Fed menjadi salah satu pendorong BI untuk memotong suku bunga.

Ia berharap, penurunan BI Rate dapat memperkuat pelonggaran kebijakan makroprudensial dan penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) yang telah dilakukan sebelumnya.

BI juga mengindikasikan akan ada pelonggaran kebijakan lanjutan setelah ini. "Pelonggaran lebih lanjut akan dilakukan setelah dilakukan assessment menyeluruh terhadap perekonomian domestik dan global dengan tetap menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," ujar Tirta.

Respons pasar

Terlepas dari cerita di balik keputusan BI tersebut, para pasar menyambut gembira penurunan suku bunga ini. Misalnya saja dari kalangan perbankan.

Maryono, Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) mengatakan, pihaknya bakal segera merespons keputusan penurunan BI rate tersebut. Menurutnya, langkah BI menurunkan BI rate sebagai aksi yang tepat untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.

“BTN akan menurunkan bunga simpanan antara 0,5%-1% pada bulan depan,” kata Maryono. Langkah penurunan bunga simpanan ini juga akan serta merta memangkas suku bunga kredit. Namun ia belum dapat menyampaikan akan berapa besar penurunan bunga kredit yang akan dilakukan.

Hal senada juga akan dilakukan oleh PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI). Bank pelat merah ini baru akan menurunkan suku bunganya pada akhir Februari 2016 nanti atau 1,5 bulan setelah pengumuman penurunan BI Rate.

“Untuk suku bunga deposito kami perkirakan akan mengalami penurunan sama dengan BI Rate yaitu sebesar 0,25%. Namun memang untuk beberapa spesial rate mungkin penurunannya agak berbeda, tergantung kondisi likuiditas dan cost of fund masing-masing bank,” ujar Sekretaris Perusahaan BNI Suhardi Petrus.

Menurutnya, tanpa penurunan BI rate, sejatinya bunga kredit perbankan untuk segmen-segmen tertentu juga bakal mengalami penurunan.

Misalnya di kredit mikro. Dengan program kredit usaha rakyat (KUR) pemerintah yang berbunga murah dan nilai totalnya sangat besar yaitu mencapai Rp 120 triliun, ikut mempengaruhi persaingan suku bunga di kalangan perbankan.

Perbankan mau tak mau akan ikut menurunkan suku bunga kredit mikronya, agar tak kalah dengan bersaing dengan bunga KUR. Seperti diketahui, bunga KUR berkisar 9%, sementara bunga kredit lainnya rata-rata 12%.

Berbeda dengan bank BUMN lainnya, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) melihat saat ini bukan waktu yang tepat untuk menurunkan suku bunga. Khususnya, bunga simpanan. Pasalnya tahun ini, kondisi likuiditas pasar masih relatif ketat. Sehingga perbankan masih akan bersaing dalam memperebutkan dana pihak ketiga (DPK).

“Pertumbuhan DPK yang tidak akan seperti tahun 2015,” ujar Direktur Keuangan BRI, Haru Koesmahargyo.

Meski begitu, ia melihat, penurunan BI Rate ini adalah merupakan signal positif bagi pertumbuhan ekonomi untuk jangka panjang.

Begitu juga yang diungkapkan oleh Citibank Indonesia. Penurunan BI rate tidak lantas Citibank di Indonesia ikut memangkas suku bunganya. “Kami masih melihat kondisi pasar, karena masih banyak kejadian yang mempengaruhi ekonomi,” kata Batara Sianturi, CEO Citi Indonesia.

Bank yang berpusat di Amerika Serikat (AS) ini juga belum dapat memprediksi kapan suku bunga akan turun karena masih harus melihat kondisi likuiditas.

Berpotensi turun lagi

Eric Sugandi, Ekonom sekaligus Direktur Penelitian KENTA Institute mengatakan, penurunan BI rate pada hari ini bukan menjadi yang terakhir dilakukan BI di tahun 2016. Menurutnya, BI bakal terus melonggarkan kebijakan moneternya dengan kembali menurunkan BI rate.

Ia memprediksi BI masih berpotensi untuk menurunkan suku bunga acuannya hingga di level 6,75% hingga akhir tahun ini. “Penurunan sebesar 75 basis poin tidak terlalu besar jika dibandingkan posisi BI rate pada tahun 2013 yang 5,75%,” katanya.

Mochammad Doddy Ariefianto, Ekonom Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga berpendapat, BI masih punya ruang menurunkan suku bunga. Namun menurutnya, penurunan tersebut hanya akan sampai ke level 7%.

“Jangan sampai, setelah diturunkan ada kenaikan lagi, ini akan menimbulkan persepsi negatif bagi pasar,” tuturnya.

Yang jelas, dengan adanya potensi penurunan BI rate lagi, properti menjadi sektor yang bergembira.

Tulus Santoso, Direktur dan Sekretaris Perusahaan PT Ciputra Development Tbk (CTRA) menuturkan, sejak tahun 2013, BI rate sudah naik 200 basis poin. Sebelum tahun 2013, pertumbuhan pra penjualan perseroan rata-rata mencapai 30% setiap tahunnya.

Nah, jika tahun ini BI rate bisa turun sampai 1%, Tulus memperkirakan pra penjualan CTRA sudah akan bisa membaik atau bisa tumbuh sekitar 10%.

"Kalau turun 50 poin paruh pertama dan 50 poin lagi paruh kedua, kita akan bisa capai pra penjualan Rp 10 triliun. Tahun ini kita lagi berjuang untuk mencapai angka tersebut karena sebelumnya belum mencapainya," kata Tulus.

Dampak lain dari penurunan BI rate adalah bakal maraknya penerbitan obligasi yang dilakukan emiten Bursa Efek Indonesia (BEI). 

Analis Sucorinvest Central Gani Ariawan mengatakan, mengecilnya suku bunga BI membuka ruang penurunan yield obligasi korporasi. Hal ini mendorong minat para emiten untuk menerbitkan surat utang guna mengejar sumber pendanaan dengan biaya yang lebih murah.

“Biaya dana (cost of fund) jadi turun kalau BI rate turun. Kuartal I 2016 ada potensi penerbitan obligasi korporasi sebanyak Rp 10 triliun – Rp 15 triliun,” ujarnya.

Hal senada dikatakan Mark Prawirodidjojo. Research Analyst Infovesta Utama ini menyatakan Sepanjang tahun 2015, situasi pasar kurang kondusif, sehingga banyak emiten yang menunda penerbitan obligasi. Sehingga, “Diprediksi akan melaksanakan penerbitan di tahun 2016 ini,” katanya.

Perjalanan BI Rate:

14 Januari 2016 7,25%
17 Februari 2015 7,50%
15 Januari 2015 7,75%
13 Nopember 2014 7,50%
8 Oktober 2013 7,25%
29 Agustus 2013 7,00%
11 Juli 2013 6,50%
14 Mei 2013 5,75%
12 Januari 2012 6,00%
11 Oktober 2011 6,50%
8 September 2011 6,75%
5 Januari 2011 6,50%

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×