kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%
FOKUS /

BI mulai kencangkan moneter, sampai kapan?


Sabtu, 19 November 2016 / 19:04 WIB
BI mulai kencangkan moneter, sampai kapan?


Reporter: Adinda Ade Mustami, Asep Munazat Zatnika, Sanny Cicilia | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Pasar harus memupus harapan adanya penurunan bunga di akhir tahun ini. BI sudah memberi sinyal jelas bahwa ruang pelonggaran moneter kian sempit.

Imbasnya, pada 16-17 November lalu, BI menahan bunga acuan 7-Day Reverse Repo Rate di level 4,75%. Padahal, Oktober lalu, ketika memangkas bunga, bank sentral melihat masih ada peluang penurunan bunga di dua bulan terakhir 2016. 

Bunga acuan BI:

Tanggal 7-DRRrate
17-Nov 4.75%
20-Okt 4.75%
22-Sep 5.00%
19-Agt 5.25%
21-Jul 5.25%
16-Jun 5.25%
19-Mei 5.50%
21-Apr 5.50%

Sumber: Bank Indonesia

Dalam rapat bulanan BI tersebut, kondisi global mendominasi pembahasan. Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, menahan bunga merupakan respons ketidakstabilan di pasar keuangan global di tengah kondisi makroekonomi dalam negeri yang terjaga.

"Jadi secara umum, kalau bulan lalu kami katakan kami bilang arah kebijakan moneter bias longgar, sekarang ini lebih kami mengarah pada menjaga stabilitas, waspada perkembangan eksternal dan kami juga melihat ruang untuk pelonggaran semakin tipis," kata Agus, Jumat (18/11).

Salah satu faktor pengaruh terbesar adalah Amerika Serikat yang baru memilih presiden baru Donald Trump pada 8 November lalu. Trump yang merupakan taipan real estate dan tak punya latar belakang sebagai politikus memicu spekulasi di pasar yang menduga-duga mengenai kebijakannya. 

Dengan menyandang visi "make America great again", kebijakan Trump diduga akan mendorong inflasi. Karena itu, pemilik dollar memilih kembali ke kampung halaman, sehingga memicu penguatan dollar AS dan menekan rupiah.

Sekadar informasi, posisi rupiah dua hari setelah kemenangan Trump turun sampai Rp 13.873 per dollar AS dalam perdagangan intrahari. Meskipun setelah itu BI mengintervensi pasar dengan membeli Surat Berharga Negara (SBN).

Apa yang akan menjadi perhatian utama BI dalam menentukan kebijakan ke depan?

Tiga fokus BI

BI mengakui ada ketidakpastian pascapemilu AS. Makanya, BI akan fokus mengawasi tiga hal ini ke depan:

Pertama, arah kebijakan fiskal Trump. Presiden terpilih AS ini selama masa kampanyenya kerap menyuarakan akan memangkas pajak. Di sisi lain, Trump akan melakukan pembangunan infrastruktur serta jor-joran dalam ekspansi fiskal. Inilah yang dilihat pasar akan mendorong inflasi AS. 

Kedua, arah suku bunga acuan Fed Fund Rate (FFR). 

Belum selesai efek Trump, pimpinan bank sentral AS Federal Reserve, Janet Yellen pada akhir pekan ini kembali menyuarakan bisa menaikkan bunga dalam waktu dekat, selama data ekonomi AS mendukung. 

Sekadar informasi, pada keputusan terakhir 2 November, The Fed memutuskan mempertahankan bunga di kisaran 0,25%-0,5%.

Yellen beralasan, risiko akan makin besar jika bank sentral terus mengulur-ulur waktu untuk mengetatkan moneter. Padahal, menurut dia, perekonomian AS terus menunjukkan penguatan dan membuka peluang kenaikan bunga acuan. 

Mengutip CME pada akhir Jumat (18/11), probabilitas pasar yang memperkirakan The Fed akan menaikkan bunga pada pada pertemuan 13-14 Desember 2016 mencapai 95%. 

Yellen menegaskan, keputusan The Fed belum terimbas oleh terpilihnya Trump. “Terlalu dini memperkirakan efek ekonomi setelah pemilu,” kata Yellen di depan kongres kemarin malam. Trump baru akan berkantor di Oval Office pada 17 Januari 2017. 

Namun, Yellen menjelaskan, mengerti dengan respons pasar yang memperkirakan Presiden terpilih Donald Trump akan agresif mendorong belanja fiskal, sehingga akan mendorong inflasi ke arah 2%, lalu mendorong The Fed menaikkan bunga. 

Akibat spekulasi tersebut, yield US Treasury bertenor 10 tahun naik 40 basis poin sejak pemilu, begitu juga dengan dollar AS yang menguat 3,5% terhadap mata uang dunia.

Senada dengan mata uang lainnya, kondisi rupiah juga lesu. Per akhir pekan lalu, Jumat (18/11), posisi USD/IDR di 13.428, lebih kuat 2,63% ketimbang pada 8 November di posisi 13.084. 

Fokus ketiga yang disimak BI adalah kebijakan proteksionisme yang selalu didengungkan Trump. Sejatinya, kebijakan AS tak terlalu berdampak pada Indonesia. Namun, bisa memberi imbas jika berdampak pada China, salah satu mitra dagang terbesar Indonesia.

Berapa lama efek The Fed dan Trump pada langkah pengetatan moneter BI?

Diperkirakan masih berfluktuasi

Bahana Securities memperkirakan BI akan menahan suku bunga hingga kuartal I-2017 untuk stabilisasi pasar setelah melihat volatilitas yang terjadi di pasar saat ini. 

"Ruang bagi pelonggaran moneter mungkin akan terbuka pada kuartal dua, setelah pergerakan ekonomi US dan kebijakan presiden terpilih lebih jelas," ujar Ekonom Bahana Securities Fakhrul Fulvian, Jumat (17/11).

Melihat pasar keuangan Indonesia yang sensitif terhadap kondisi pasar global, Fakhrul melihat, sangat penting untuk segera memperkaya instrumen keuangan di dalam negeri dan meningkatkan volume transaksi di pasar uang. Sehingga, saat terjadi turbulensi di pasar keuangan, kestabilan akan lebih terjaga.

Mandiri Sekuritas meramal, volatilitas pasar masih akan terjadi hingga Trump resmi berkantor di Gedung Putih pada 17 Januari, mengumumkan kabinet, dan mengumumkan arah kebijakan pemerintahannya. 

Karena itu, Mandiri Sekuritas yakin, BI mempertahankan bunga hingga akhir 2016 demi menjaga potensi tekanan nilai tukar mata uang dari sisi neraca pembayaran.

Selain itu, Mandiri juga yakin, amunisi BI untuk mengintervensi pasar valuta masih cukup kuat menahan keluarnya dana asing. Jumlah dana intervensi itu, menurut tim Ekonom-Riset Mandiri Sekuritas kemungkinan tidak sebesar yang dibayangkan sebelumnya. 

Ezra Nazula, Head of Fixed Income di Manulife Asset Management melihat, dalam jangka yang lebih panjang di mana ancaman terhadap stabilitas nilai tukar sudah dapat dikelola melalui bauran kebijakan, dan fakta bahwa kondisi fundamental makro menunjukkan perbaikan yang berkelanjutan, Bank Indonesia dapat secara gradual kembali melanjutkan kebijakan moneter longgar untuk menstimulasi pertumbuhan ekonomi.

Menurut dia, pertumbuhan Indonesia saat ini berada di fase awal pemulihan. Mengingatkan saja, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III lalu berada di 5,02%, melambat dari kuartal II yang di posisi 5,18%, tapi lebih baik ketimbang kuartal I yang di level 4,92%. 

Di tengah keterbatasan langkah BI membantu menggenjot pertumbuhan kuartal IV, Ekonom Bank Danamon Wisnu Wardhana menyarankan BI mempersempit koridor kerangka operasi moneter yang sekarang sebesar 75 basis poin menjadi 50 basis poin. Dengan begitu, harapannya, likuiditas di pasar lebih longgar dan mendorong kredit ke sektor riil.

Dengan selisih 50 basis poin, deposit facility rate (DF) atau bunga yang didapat bank jika menyimpan di BI 4,25%, memang lebih menggiurkan ketimbang bunga yang diterima sekarang yaitu 4%.

Tapi, lending facility rate (LF) atau bantuan likuiditas jangka pendek dari BI hanya dikenakan biaya 5,25%, lebih ringan ketimbang saat ini di posisi 5,50%.

Wisnu juga berharap pada dana repatriasi dari program pengampunan pajak atau Tax Amnesty. Dana ini bisa mendukung rupiah di tengah tekanan sentimen AS. Mengutip data Direktorat Jenderal Pajak per Sabtu (19/11), jumlah dana repatriasi mencapai Rp 143 triliun. 

Didukung pemerintah

Langkah BI menahan bunga sudah sesuai ekspektasi pasar. Maklumlah, dana asing yang keluar cukup deras belakangan. Selain efek Trump, BI menduga, outflow tersebut dipengaruhi investor yang melakukan aksi ambil untung di akhir tahun dan akan kembali masuk di awal tahun.

Sejak tanggal 9 November hingga 14 November, BI mencatat, dana asing keluar Rp 16 triliun. Namun, BI mengaku masih tenang karena modal dana asing yang tercatat masuk Tanah Air masih besar yaitu Rp 133 triliun. 

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengakui, pasar keuangan domestik sedang tidak tenang, terutama dengan kaburnya dana asing dari pasar Tanah Air. Kondisi fundamental positif dan prospek ekonomi Indonesia diyakini Gubernur BI akan kembali menarik dana asing tersebut. 

"Jadi kita harus mengerti juga bahwa kalau ada situasi tidak terlalu tenang, ya tidak terlalu baik ambil inisiatif," kata Darmin di kantornya, Kamis (17/11).

BI dan pemerintah satu suara bahwa kondisi ekonomi setidaknya sampai kuartal III lalu masih cukup kuat. Misalnya, tingkat inflasi tahunan tergolong jinak yaitu Januari - Oktober 2016 di kisaran 3,31%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×