kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%
FOKUS /

Bank mematok target konservatif penyaluran kredit


Selasa, 25 Maret 2014 / 15:12 WIB
Bank mematok target konservatif penyaluran kredit
ILUSTRASI. Air jahe bisa mencegah batuk, pilek, dan flu.


Reporter: Sanny Cicilia, Nina Dwiantika, Dea Chadiza Syafina, Issa Almawadi, Adhitya Himawan | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Banyak bank tahun ini mendeklarasikan diri akan mengerem pemberian kredit. Berhati-hati, begitu alasan bank, mengantisipasi pelambatan makro ekonomi dan dampak pemilihan umum (pemilu).

Mari cek beberapa proyeksi pertumbuhan kredit tahun ini. PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) misalnya memproyeksikan pertumbuhan kredit 15%-17% tahun ini. Padahal tahun lalu, kredit bank yang jago mengucurkan kredit mikro ini tumbuh 23,7% menjadi Rp 430,62 triliun.

Begitu juga PT Bank Central Asia Tbk (BCA) yang mematok pertumbuhan kredit 13%-15% saja tahun ini dari posisi tahun lalu Rp 312,3 triliun. Tahun lalu, kredit BCA melaju 21,6%. "Jika kondisi ekonomi bagus, pemilu lancar dan baik, kami harap kredit bisa tumbuh 18%," ungkap Jahja.

PT Bank Mayapada Internasional Tbk yang laju kreditnya hebring di tahun lalu, juga tak segan-segan memangkas proyeksi pertumbuhan sampai setengahnya. Manajemen mematok pertumbuhan 20%, meski tahun lalu kreditnya melaju sampai 45% menjadi Rp 17,7 triliun. "Tahun ini kami turunkan menjadi 20% sesuai dengan arahan dari Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)," ujar Haryono Tjahjariyadi, Direktur Utama Bank Mayapada.

BI sebagai bank sentral menargetkan pertumbuhan kredit industri perbankan pada 2014 berkisar antara 15%-17%. Sementara OJK menargetkan pertumbuhan kredit dikisaran 15%-16,9%. Lembaga rating ICRA Indonesia yang memperkirakan laju kredit perbankan paling tinggi yaitu 17%-19%.


Alasan bank tak agresif

Ini beberapa alasan yang membuat bank tak mau mengebut pemberian kredit tahun ini. Pengetatan likuiditas yang sudah terasa sejak akhir tahun lalu, menjadi alasan bank menahan laju kredit. Ketika sumber dana seret, bank akan menahan laju pemberian kredit.

Jadi, sebelum bisa memacu kredit, bank memutar otak menggaet dana simpanan masyarakat atau dana pihak ketiga (DPK). Perbankan jor-joran memberikan bunga simpanan tinggi, menawarkan undian berhadiah sampai meringankan penalti jika mencairkan deposito sebelum jatuh tempo, agar nasabah betah menyimpan duit di bank.

Tren kenaikan suku bunga juga masih menghantui. Ketika ekonomi malmbat dipadu dengan bunga tinggi, berisiko mengerek kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL). Jika bank memaksa memacu kredit sementara likuiditas ketat, bisa memicu overheating ekonomi.

Memang, setelah rupiah menunjukkan penguatan di bulan Maret ini, ada peluang Bank Indonesia (BI) menurunkan bunga. Namun, faktor yang mendukung BI mempertahankan bunga di level 7,5% atau bahkan menaikkan bunga, sama beratnya.

Menurut Lana Soelistianingsih, Ekonom Universitas Indonesia, BI kemungkinan mempertahankan bunga di level 7,5% sampai kuartal ketiga nanti. Apalagi, penguatan rupiah masih terlalu dini disebut sebagai tren.

Agenda politik Indonesia baru berlangsung kuartal II nanti. Ditambah, terdapat agenda puasa dan hari raya Lebaran pada Juli yang bisa memicu inflasi dan berpeluang mendorong BI rate naik.

"BI rate bisa naik setelah itu atau kuatral IV-2014, sebagai antisipasi kenaikan tingkat suku bunga yang akan dinaikkan oleh The Federal Reserve (bank sentral Amerika Serikat) pada 2015 mendatang. Asal tidak ada gangguan lain-lain seperti kenaikan bahan bakar minyak tahun ini," jelas Lana.

Alhasil, perbankan tahun ini tak agresif membuat guidance. Kebanyakan mematok pertumbuhan kredit lebih kecil ketimbang tahun lalu. Padahal, tahun lalu saja, laju kredit bank memang sudah melambat.

Pelambatan kredit bank sudah terlihat tahun lalu. Lihat saja, berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), nilai kredit yang dikucurkan perbankan sepanjang tahun 2013 sebesar 21,6% menjadi Rp 3.292,87 triliun. Ini merupakan laju kredit paling lambat sejak 2012, 2011, dan 2010 yang tercatat sebesar 22,96%, 24,64% dan 22,82%.

Eh, tapi bukan berarti tak ada peluang BI rate melandai dan meredam tren kenaikan bunga bank. "Bulan depan, dengan asumsi rupiah menguat mendekati Rp 11.000, maka BI dapat mulai menurunkan BI rate," kata Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM) Anthonius Tony Prasetiantono. Penurunan akan bertahap dilakukan 25 basis poin (bps), sehingga bulan Mei nanti BI rate sudah bisa nongkrong di level 7%.


Bunga deposito naik, bunga kredit bisa naik juga

Ketika nilai kredit yang dikucurkan melambat ketimbang tahun lalu, perbankan masih bisa meningkatkan keuntungan dengan cara menaikkan margin bunga atau net interest margin (NIM). Ini adalah keuntungan bank, hasil dari selisih bunga kredit dan simpanan.

Namun, kenaikan bunga kredit harus mengimbangi kenaikan bunga simpanan. Soalnya, tren kenaikan bunga simpanan masih berlanjut. Lihat saja, Rata-rata suku bunga simpanan deposito 1 bulan sebesar 5,59% di akhir 2012. Sedangkan di akhir 2013 bunga simpanan yang sama naik menjadi 7,72%. Bunga naik lagi ke 7,77% di bulan Januari lalu.

Prediksi BI, perbankan akan mengerek bunga kredit, imbas dari kenaikan bunga simpanan yang terjadi di tahun lalu. Perry Warjiyo, Deputi Gubernur BI, mengatakan tren kenaikan bunga simpanan bakal berimbas terhadap kenaikan bunga kredit. "Kenaikan bunga kredit terjadi enam hingga 12 bulan mendatang," kata Perry.

Namun proyeksi BI, kenaikan bunga kredit tidak akan sebesar kenaikan bunga simpanan. Di sepanjang tahun 2013, BI rate telah naik 175 bps. Sementara perbankan menaikkan bunga simpanan 200 bps-300 bps. Pada periode sama, bunga kredit naik 41 bps.

Namun OJK sebelumnya sudah meminta bank agar tidak terlalu tinggi menaikkan bunga kredit. Nelson Tampubolon, Kepala Eksekutif Pengawas perbankan OJK pernah mengatakan, bank bisa sedikit mengorbankan margin bunga agar kualitas kredit tetap sehat. "Sekarang margin masih cukup tinggi, di atas 5%. Kalau itu sedikit diturunkan, mungkin belum terlalu mengganggu bank," jelas Nelson.

Lantaran tak bisa menaikkan bunga tinggi sementara perbankan sedang menawarkan bunga menarik untuk deposan, biaya dana atau cost of fund bank menanjak. Ujungnya, NIM bank bisa merosot.

Direktur Keuangan Bank Danamon Indonesia, Vera Eve Lim, memperkirakan NIM tahun ini sebesar 9% atau lebih rendah dibandingkan tahun 2013 yang sebesar 9,1%.

Bank OCBC NISP juga menaksir penurunan NIM sekitar 0,1% menjadi 4% pada 2014. Penurunan NIM OCBC sudah terasa sejak akhir 2013, yakni sebesar 4,1%. Pada Desember 2012, OCBC mencetak NIM sebesar 4,2%. "Kami akan mengelola likuiditas dengan baik sehingga biaya dana tidak naik tinggi," ungkap Parwati Surjaudaja, Presiden Direktur Bank OCBC NISP

Manajemen BRI juga melihat NIM akan sedikit tertekan pada tahun ini. Hal itu dipicu oleh kenaikan biaya dana, sementara BRI selektif mengerek bunga kredit. "Kami hati-hati menaikkan bunga kredit agar tidak terjadi kredit bermasalah. NIM mungkin bisa lebih rendah 10 bps-25 bps," tutur Achmad Baiquni, Direktur Keuangan BRI. Pada 2013, BRI mencetak NIM 8,55%, naik dari posisi 2012 sebesar 8,42%


Mendorong pertumbuhan laba

Penurunan kredit dan margin, akan berimbas pada laba. Tahun lalu, pertumbuhan laba sudah terlihat melambat, ketika tercatat naik 15% sementara di akhir 2012 berhasil naik 22,66%. Tapi perbankan punya berbagai cara untuk meningkatkan laba.

Tahun ini, BRI mengincar pertumbuhan laba 10%-12% menjadi Rp 23,47 triliun-Rp 23,90 triliun, dengan memilih kredit pemberi imbal hasil tinggi. "Kami tetap pilih kredit usaha mikro kecil menengah (UMKM), khususnya mikro," kata Direktur Keuangan BRI Achmad Baiquni.

Bank Mandiri juga memasang target pertumbuhan laba konservatif, yakni 5%-10% di tahun ini. "Tapi nanti semester kedua akan kembali baik, terutama jika biaya dana turun, tingkat bunga baik," tandas Pahala Nugraha Mansury, Direktur Keuangan Bank Mandiri.

Untuk menahan penurunan pendapatan bunga, bank akan menggenjot pendapatan berbasis komisi. Bank Bukopin misalnya, menargetkan fee based income tumbuh 20% untuk mengantisipasi melandainya pendapatan dari sisi bunga.

Ujungnya, Bank Bukopin memproyeksikan, laba bersih pada tahun ini tumbuh antara 15%-20% menjadi Rp 1,07 triliun hingga Rp 1,12 triliun. Target Bank Bukopin lebih besar ketimbang realisasi pertumbuhan laba tahun lalu yang sebesar 11,97%.

Aksi menggenjot pendapatan non-bunga sudah terlihat sejak tahun lalu. Porsi fee based income CIMB Niaga tahun lalu terhadap total pendapatan naik menjadi 25,17% dari sebelumnya 24,59%. Sementara, BTPN sukses mengantongi fee based income Rp 400 miliar atau tumbuh 42% dari sebelumnya Rp 283 miliar.

Rapor 10 bank kakap Indonesia            
Bank Laba Bersih (Rp triliun) Kredit
  2013 2012 Δ% 2013 2012 Δ% Δ% (2012)
Mandiri 18,20 15,50 17,42 472,4   388,8 21,5 24,1
BRI 21,34 18,68 14,24 430,62 348,23 23,7 22,8
BCA 14,30   11,70  22,22  312,29 256,78 21,6 27
BNI 9,05  7,05 28,37 250,64 200,7 24,88 22,8
CIMB Niaga  4,28   4,23   1,18  156,98 145,40 8 16
Permata 1,73 1,37  26,28 118,8 94 26 37,39
Danamon 4,04 4,01 0,75 135 116,4 15,97 14
BII 1,29 1,05 22,86 102 80,9 26 20
BTN  1,56   1,36   14,71  100,45 81,41 23,4 28,1
OCBC NISP 1,14 0,92 23,91 64 52,89 21 28
Sumber: Laporan keuangan bank            



Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×