kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%
FOKUS /

Asing menarik dana, apa yang terjadi?


Rabu, 01 Oktober 2014 / 13:57 WIB
Asing menarik dana, apa yang terjadi?
ILUSTRASI. United Tractors (UNTR) bakal bagikan dividen dengan total nilai Rp 25 triliun


Reporter: Barratut Taqiyyah, Riset Kontan | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Arus dana asing masih menjadi salah satu faktor utama yang mampu menggerakkan arah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Itu sebabnya, pergerakan arus dana asing yang masuk dan keluar dari pasar saham menarik untuk dicermati.

Yang perlu dicatat, arus dana asing ini sangat erat kaitannya dengan tingkat kepercayaan (confidence) investor asing terhadap perkembangan ekonomi Indonesia. Untuk melihat hal ini, salah satu indikator yang dapat digunakan adalah data net buy dan net sell asing.

Net buy adalah kondisi ketika transaksi beli lebih besar daripada transaksi jual. Sedangkan net sell adalah kondisi ketika transaksi jual lebih besar daripada transaksi beli.

Berdasarkan data Bloomberg, di sepanjang tahun ini, rata-rata net buy asing di pasar saham Indonesia sebesar Rp 273,202 miliar. Posisi tertinggi net buy asing di sepanjang 2014 terjadi pada 14 Maret lalu dengan nilai mencapai 7,479 triliun.

Sementara, nilai net sell asing terbesar pada tahun ini terjadi pada 15 Agustus dengan nilai mencapai Rp 1,928 triliun.

Nah, beberapa pekan terakhir, asing kembali terlihat melepas kepemilikan asetnya dari pasar saham. Aksi jual asing ini sudah terlihat sejak 9 September lalu dengan kisaran nilai penjualan antara Rp 122,506 miliar hingga Rp 1,419 triliun.

Apa yang terjadi?

Sejumlah analis yang diwawancarai KONTAN sepakat, aksi jual asing terhadap saham Indonesia disebabkan oleh perkembangan politik domestik. “Jika dilihat dari faktor internal, pergerakan indeks dipengaruhi oleh pelaksanaan pemilu legislatif dan diakhiri dengan pemilu presiden serta koalisi politik untuk mendukung pemimpin baru baik di sisi eksekutif (Presiden) maupun parlemen (DPR),” jelas Jimmy Dimas Wahyu, praktisi pasar modal.

Nah, perkembangan teranyar yang menjadi perhatian utama investor asing saat ini adalah hasil sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang memutuskan melaksanakan pemilihan kepala daerah (pilkada) lewat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Pengesahan RUU Pilkada ini berhasil menggoyahkan kepercayaan asing terhadap kondisi pasar Indonesia. Investor mulai ragu akan arah kebijakan Indonesia lima tahun ke depan.

Terbukti, setelah pengesahan UU Pilkada,  investor asing mencatatkan net sell sebesar Rp 1,4 triliun! IHSG langsung ditutup memerah dengan penurunan mencapai 1,32% menjadi 5.132.56 pada 26 September lalu.

Posisi rupiah pun saat ini setali tiga uang dengan IHSG. Senior Researcher and Analyst PT Monex Investindo Futures Albertus Christian, mengatakan peluang pertumbuhan di era pemerintahan Jokowi memudar pasca disahkannya RUU Pilkada melalui DPRD.

Suluh Adil Wicaksono, analis PT Millenium Penata Futures, menduga, pelemahan rupiah masih berlangsung hingga hari ini. Menurutnya, Bank Indonesia belum akan mengambil kebijakan strategis di masa transisi pemerintahan seperti saat ini. Jadi BI belum melakukan intervensi saat rupiah melemah.

Analis KDB Daewoo Securities, Taye Shim dalam riset 26 September mengatakan, hasil sidang UU Pilkada ini seperti mencubit presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi). "Kondisi ini menyebabkan  pasar meragukan reformasi ekonomi Jokowi dapat dilakukan dengan baik," ujar dia.

David Sutyanto, Analis First Asia Capital, menambahkan, sejatinya investor  tidak terlalu mempermasalahkan apakah pilkada dilakukan langsung oleh rakyat atau DPRD. Investor lebih mencemaskan pada kuatnya posisi koalisi merah putih di DPR. "Investor khawatir jika mereka kuat di DPR, banyak kebijakan Jokowi-JK yang akan dihadang," jelas dia.

Waspada QE

Sedangkan, Satrio Utomo, Kepala Riset Universal Broker Indonesia dan Kepala Riset Batavia Prosperindo, Andy Ferdinand, kompak bilang, hasil sidang hanya menjadi alasan investor melepas posisi. Mereka mengatakan Pilkada tak berhubungan langsung pada kinerja emiten.

Nah, sentimen politik seperti ini hanya berdampak jangka pendek. Sentimen yang cukup besar justru arah kebijakan The Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga acuan. Jika itu terjadi, capital outflow bisa lebih besar lagi.

David bilang, net sell asing saat ini masih wajar. "Kalau mereka net sell lagi Rp 10 triliun-Rp 15 triliun, berarti sedang penyesuaian portofolio, lantaran sudah masuk terlalu banyak," jelas dia.

Tapi Satrio melihat sejak 9 September net sell asing telah Rp 5 triliun. "Aktivitas jual asing perlu diwaspadai," ujar dia.

Ia melihat, kemungkinan koreksi bisa ke 4.950 sampai 5.000. Sementara Andy menganjurkan, menunggu aksi jual reda setelah itu buy on weakness.

Satrio bilang, tak ada sentimen positif jangka panjang bagi IHSG sampai Jokowi menaikkan harga jual bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Apalagi, kinerja emiten juga akan jauh dari harapan pelaku pasar. Satrio bilang, ini juga karena pelambatan ekonomi.

Taye menyarankan, investor lebih konservatif. Jika rupiah terus melemah, pendapatan emiten akan semakin tertekan.

Reza Nugraha, analis MNC Securities memiliki pendapat yang sama. Menurutnya, investor tanah air harus waspada atas pergerakan indeks menjelang akhir tahun ini. Sebab, dalam dua pekan terakhir, muncul permasalahan-permasalahan yang dapat mempengaruhi indeks.

Yang utama, menurut Reza, adalah rencana penghentian quantitative easing (QE) oleh bank sentral Amerika pada tahun ini. “Saat QE dilakukan, otomatis pencetakan dollar tinggi. Dollar-dollar tersebut mengalir ke emerging market. Jika dihentikan, arus dana asing ke emerging market  juga akan tersendat,” paparnya.

Penghentian QE juga akan mendongkrak performa dollar AS. “Sebagai dampaknya, posisi rupiah melemah dan juga akan mempengaruhi kondisi pasar saham,” lanjut Reza.

Reza menilai, sangat sulit bagi IHSG untuk naik tinggi sementara waktu. Sebab, banyak sentimen yang masih mempengaruhi indeks seperti program kerja pemerintahan baru dan faktor eksternal lainnya. “Saya rasa, IHSG akan berada di level 5.250 di akhir tahun,” jelasnya.

Sementara, ramalan Jimmy, bila situasi normal, IHSG menuju level 5.400 – 5.500 pada akhir 2.014 mendatang. “Namun, bila BBM naik, IHSG menuju level 5.000 – 5.200,” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×