kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%
FOKUS /

Ada borok di tubuh induk BUMN Keuangan (2)


Rabu, 07 Maret 2018 / 16:06 WIB
Ada borok di tubuh induk BUMN Keuangan (2)
ILUSTRASI. IHSG anjlok lagi


Reporter: Arsy Ani Sucianingsih, Ragil Nugroho, Tedy Gumilar | Editor: Mesti Sinaga


Sebelumnya: Menanti Kehadiran Holding Keuangan

Hasil Pemeriksaan Si Induk Semang

PT Danareksa (Persero) bukan nama kemarin sore di industri jasa keuangan tanah air. Perusahaan ini punya segudang pengalaman yang sulit disaingi perusahaan sejenis di tanah air. Dus, tidak terasa aneh saat pemerintah menunjuk perusahaan pelat merah itu sebagai holding badan usaha milik negara (BUMN) perbankan dan jasa keuangan.

Tambahan lagi, Danareksa juga perusahaan pelat merah yang 100% sahamnya dimiliki negara. Jadi, kontrol sepenuhnya ada di tangan negara melalui pemerintah. Persis seperti PT Pertamina (Persero) yang sebentar lagi sah sebagai holding BUMN migas dan PT Inalum (Persero) yang menjadi induk BUMN pertambangan.

Jejak Danareksa bisa diurai dari era 1970-an. Ia menjadi pionir, dan tidak terelakkan menjadi tonggak bagi perkembangan industri jasa keuangan di Indonesia. Tanpa kontribusi Danareksa, rasa-rasanya sulit bisa melihat wajah industri jasa keuangan, terutama pasar saham dan reksadana, bisa berkembang seperti sekarang.

Namun perjalanan Danareksa tidak melulu dihiasi prestasi. Satu dua kali, mereka juga tersandung urusan yang tidak mengenakkan. Beberapa di antaranya terekam dalam audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Hasil audit ini memang muncul sebelum mencuatnya rencana pembentukan holding BUMN perbankan dan jasa keuangan.

Namun, seiring munculnya nama Danareksa yang digadang-gadang sebagai induk perbankan dan perusahaan jasa keuangan bonafide di negeri ini, menarik melihat kembali seperti apa hasil audit tersebut. Mengingat, di tangan Danareksa wajah masa depan industri keuangan negeri ini bakal dilukis.

Audit itu bertajuk Laporan Hasil Pemeriksaan Atas Pemeriksaaan Dengan Tujuan Tertentu (LH PDTT) Tahun Buku 2015 dan Semester I 2016 PT Danareksa (Persero) dan anak usahanya.

Dalam dokumen hasil audit yang diperoleh KONTAN dari BPK, auditor keuangan negara itu menyebut alasan pemeriksaan lantaran sudah delapan tahun Danareksa belum diperiksa dan dievaluasi oleh BPK. Pemeriksaan terakhir dilakukan pada tahun 2007.

PT Danareksa Sekuritas juga pernah di-suspend oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 2015 yang disebabkan kelemahan dalam sistem pengendalian intern dan manajemen risiko.

Sekadar menyegarkan ingatan, pada 11 November 2015 Bursa Efek Indonesia (BEI) menghentikan sementara (suspend) aktivitas perdagangan tiga Danareksa Sekuritas, PT Reliance Securities Tbk dan PT Millenium Danatama Sekuritas.

Langkah otoritas bursa ini seiring dugaan kasus perdagangan semu dan gagal bayar transaksi gadai saham (repo) PT Sekawan Intipratama Tbk (SIAP).

Suspensi hanya berumur sehari, namun efeknya menjalar ke mana-mana. Sehari usai suspensi, Menteri Negara BUMN Rini Soemarno meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan mengaudit investigasi Danareksa Sekuritas. “Saya sedih dan kecewa kejadian ini menimpa sekuritas milik negara,” kata Rini kala itu.

Peristiwa itu rupanya tidak cuma memantik kesedihan dan kekecewaan Rini. BPK juga ikut tertarik memeriksa pengelolaan bisnis, investasi, pendapatan, dan biaya operasional Danareksa dan anak-anak usahanya.

Bukan cuma SIAP
Hasil pemeriksaan BPK menemukan, persoalan tak cuma ada di urusan SIAP. Namun, ada temuan lain di Danareksa dan anak-anak usahanya.  BPK menemukan, Danareksa telah menyalurkan pokok pembiayaan senilai Rp 524,6 miliar ke 6 perusahaan yang saat diaudit statusnya tak lancar. Nilai ini belum termasuk denda dan bunga.

Salah satunya pembiayaan PT Danareksa (Persero) kepada PT Fikasa Raya sebesar Rp 201 miliar. Menurut BPK, nilai agunannya tak mencukupi nilai pembiayaan sekitar Rp 342,06 miliar, atau rasio agunan hanya 29,82%.

Pada tahun 2015 dan 2016 Danareksa memberikan fasilitas pembiayaan dengan jaminan saham kepada Fikasa Raya (FR). Menurut BPK, Fikasa Raya memiliki cucu usaha bernama PT Fikasa Bintang Cemerlang.

Nah, merujuk pada daftar pemegang saham PT Tri Banyan Tirta Tbk (ALTO),  per 31 Januari 2018, 43,77% saham emiten tersebut dikempit oleh Fikasa Bintang Cemerlang.

Singkat cerita, Fikasa Raya mengajukan permohonan perpanjangan fasilitas pembiayaan pada 18 Mei 2015. Permohonan itu lantas disetujui dan Fikasa Raya mendapatkan fasilitas pembiayaan sebesar Rp 201 miliar selama satu tahun, terhitung dari 9 Mei 2015 sampai dengan 31 Mei 2016.

Jaminan utama atas fasilitas berbunga 17% per tahun ini adalah 1.218.182.000 unit saham ALTO. Selain itu, ada tambahan jaminan berupa cek mundur untuk setiap pembayaran kewajiban perusahaan. Juga jaminan pribadi yang diberikan oleh Bhakti Salim sebagai Direktur Utama Fikasa Raya.

Namun, hingga 31 Oktober 2016, Fikasa belum juga menyelesaikan pembayaran pokok pembiayaan hingga status kolektibilitasnya jadi diragukan.

Selain itu, BPK menyebut jaminan utama saham ALTO tidak likuid. Berdasarkan Memo Evaluasi Resiko (MER) saham jaminan tersebut tidak habis terjual dalam jangka waktu 60 hari bursa. Melainkan diperkirakan akan habis terjual dalam 9 tahun 3 bulan dan 6 hari.

Padahal, berdasarkan Surat Keputusan Komite Pengelolaan Risiko nomor 009/KPR/2015 tanggal 14 September 2015, salah satu kriteria saham yang dapat dijadikan jaminan adalah jika dijual selama 60 hari bursa harus dapat menutup seluruh kewajiban nasabah, baik pokok, bunga, maupun denda.

Dalam hasil auditnya, BPK menyatakan Danareksa terindikasi mengalami kerugian atas pembiayaan  yang tidak mencukupi agunannya sebesar Rp 201 miliar. Salah satunya karena Komite Pengelolaan Risiko (KPR) dalam memberikan persetujuan kepada PT Fikasa tidak memedomani SK KPR yang dibuatnya sendiri.

Dalam jawabannya, seperti tertulis di hasil audit BPK, Danareksa mengakui temuan ini. Meski demikian, dapat dipertimbangkan memakai struktur untuk menguatkan collateral yang ada dalam rangka mitigasi risiko penyelesaian fasilitas pembiayaan. Antara lain menguasai proporsi saham ALTO yang signifikan, yaitu 54,08% dari total saham ALTO yang beredar.

Personal Guarantee dari Bhakti Salim sebagai salah satu ultimate beneficiary dari grup perusahaan ALTO, dan Corporate Guarantee dari PT Intiputra Fikasa.Danareksa juga menyampaikan, Fikasa Raya tidak dapat memenuhi komitmennya, salah satunya karena fasilitas pembiayaan dari UOC yang belum dapat terealisasi.

KONTAN mendatangi kantor Fikasa Raya di Menara Batavia, Jakarta Selatan, Kamis, 8 Februari 2018. Sayangnya, Bhakti Salim tak berada di tempat.
Masalah di anak usaha

Temuan BPK yang lain terkait PT Danareksa Finance. Ini menyangkut pembiayaan anjak piutang kepada PT Wesa Sejahtera. Berdasar perjanjian anjak piutang Nomor:26 tanggal 23 April 2015, Danareksa Finance memberikan pembiayaan maksimal Rp 15 miliar.

Obyek anjak piutang adalah piutang PT Wesa Sejahtera kepada PT Wahana Sarana Jati dan PT Kutilang Paksi Mas.

Wesa Sejahtera lantas melakukan pencairan dana Rp miliar. Namun, saat jatuh tempo, Danareksa Finance tak bisa mencairkan bilyet giro sebesar Rp 13,25 miliar yang diberikan Wesa sebagai syarat pencairan. Pasalnya, tidak tersedia dana di rekening Wesa Sejahtera.

Belakangan diketahui, Wesa Sejahtera menghadapi kesulitan keuangan lantaran piutangnya kepada Kutilang Paksi Mas tidak bisa ditagih. Pada Juni 2016, Kutilang Paksi Mas menghadapi proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

Berdasar laporan PKPU ini diketahui, utang Kutilang Paksi Mas hanya sekitar Rp 3,74 miliar. Sebagai itikad baik, Wesa Sejahtera menyerahkan sertifikat 12 bidang tanah total seluas 91.361 m2 di Kabupaten Malang dan di Kabupaten Badung, Bali ke Danareksa Finance.

Dalam hasil auditnya, salah satu rekomendasi BPK adalah agar Direktur Utama  PT Danareksa memberikan sanksi kepada  direksi PT Danareksa Finance  yang tidak memenuhi prosedur dalam melakukan customer due deligence atas pembiayaan anjak piutang PT Wesa.

BPK juga merekomendasikan pemberian sanksi kepada Kepala Divisi Compliance PT Danareksa  dan petugas pelaksana  pembiayaan anjak piutang pada bagian operasional PT Danareksa Finance yang lemah dalam melakukan monitoring pasca pencairan pembiayaan .

Dalam jawabannya, direksi Danareksa Finance tak sepakat dengan pernyataan BPK yang menyebut terjadi mark up invoice. Namun, ada dugaan pembayaran Kutilang belum disetorkan Wesa Sejahtera. Wesa juga telah membayar sebagian kewajiban bunga, denda keterlambatan, dan facility fee minimal sebesar Rp 2,38 miliar.

Ketika dihubungi KONTAN Andru Sopii, pimpinan PT Wesa Sejahtera, mengatakan,  saat ini pihaknya masih memproses penyelesaian kewajiban kepada Danareksa Finance.

Namun, ia tidak bersedia diwawancarai lebih lanjut. “Lain kali saja, Mas. Saya masih pusing mikirin banyak utang,” katanya.

Tak ada tanggapan

 

Sayangnya, belum diketahui bagaimana perkembangan penanganan hasil pemeriksaan BPK terhadap Danareksa dan anak usahanya. Padahal, dalam tempo setahun lebih sejak pemeriksaan BPK, mungkin sudah ada perkembangan yang lebih baik.

Permintaan konfirmasi sudah dilayangkan ke Bondan Pristiwandana, Direktur PT Danareksa. Per 30 Juni 2016, Bondan juga memegang jabatan penting di anak-anak usaha Danareksa. Yakni, di Danareksa Sekuritas sebagai komisaris utama dan komisaris di Danareksa Finance.

KONTAN sudah berusaha menemui Direktur Utama Danareksa Heru Djojo Adhiningrat dan meminta konformasi kepada Komisaris PT Danareksa Eko Sulistyo. Namun semua petinggi Danareksa itu tak memberikan konfirmasi atas perkembangan temuan BPK.

Sementara itu, Mahelan Prabantarikso, Direktur Bank BTN mengaku tidak mengetahui perihal pemeriksaan oleh BPK terhadap Danareksa dan anak usahanya. Termasuk hasil pemeriksaan terhadap Danareksa Sekuritas dan Danareksa Finance yang bakal diakuisisi BTN.

“Sebenarnya dalam setiap hasil audit konsultan bila ada debitur yang bermasalah sudah dicadangkan dalam bentuk CKPN. Dalam proses due dilligent juga biasanya sudah di-disclosed kondisi sebenarnya,” katanya.

Ia menegaskan, proses akuisisi tetap berjalan. Kini dalam tahap valuasi dan negosiasi. Untuk Danareksa Finance sudah melewati proses due dilligence.

BOX: Beberapa Hasil pemeriksaan BPK Terhadap PT Danareksa (Persero) dan Anak Perusahaan (2015-Semester I 2016)

1. Pembiayaan PT Danareksa (Persero) yang diberikan kepada PT Fikasa Raya (FR) sebesar Rp 201 miliar berdasarkan nilai agunan yang tidak mencukupi nilai pembiayaan sebesar Rp 342.065.445.600,00 atau rasio agunan hanya 29,82%.
2. Nilai agunan saham atas fasilitas pembiayaan PT Anugerah Pratama Internasional (API) di bawah yang seharusnya dengan selisih kurang sebesar Rp 121.637.500.000 dan nilai jaminan tambahan tidak mencukupi.
3. PT Danareksa Finance dalam memberikan pembiayaan kepada PT Bristol Jaya Steel (BJS) sebesar Rp 56,4 miliar tidak mempedomani ketentuan customer due dilligence, berpotensi merugikan perusahaan sebesar Rp 26,2 miliar.
4. Pembiayaan anjak piutang kepada PT Wesa Sejahtera (WS) pada PT Danareksa Finance diduga berdasarkan invoice yang di-mark up, berpotensi merugikan perusahaan sebesar Rp10 miliar.
5. PT Danareksa Sekuritas terindikasi menggunakan uang perusahaan dan menggunakan fungsi PT Danareksa Sekuritas sebagai pembeli siaga dalam penawaran umum terbatas (right issue) saham ADHI dan ANTM bertentangan dengan ketentuan OJK dan ketentuan lainnya terkait dengan transaksi right issue.
6. Pembiayaan kepada PT Aditya Tirta Renata (ATR) dan PT Evio Securities (EVS) telah jatuh tempo sebesar Rp 155.237.990.293 dengan jaminan saham SIAP yang sedang dihentikan sementara perdagangannya, berpotensi merugikan PT Danareksa Sekuritas.

Sumber: LH PDTT PT Danareksa (Persero) Tahun Buku 2015-Semester I 2016, BPK RI

Artikel ini sebelumnya sudah dimuat di Laporan Utama Tabloid KONTAN edisi 12  Februari - 18 Februari 2018. Artikel berikut data dan infografis selengkapnya silakan klik link berikut: "Hasil Pemeriksaan Si Induk Semang"

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×