kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%
FOKUS /

Ada borok di tubuh induk BUMN Keuangan (1)


Selasa, 06 Maret 2018 / 14:14 WIB
Ada borok di tubuh induk BUMN Keuangan (1)
ILUSTRASI. Ilustrasi Opini - Super-holding untuk Penguatan BUMN


Reporter: Arsy Ani Sucianingsih, Galvan Yudistira, Ragil Nugroho, Tedy Gumilar | Editor: Mesti Sinaga

Satu-persatu holding perusahaan pelat merah bermunculan. Yang sudah tampak di depan mata adalah holdingbadan usaha milik negara (BUMN) minyak dan gas (migas).

Secara resmi, kelompok BUMN yang akan dipimpin PT Pertamina (Persero) itu tinggal menunggu Presiden Joko Widodo (Jokowi) meneken Peraturan Pemerintah sebagai landasan hukum.

Bersamaan dengan proses penggabungan yang dijalani Pertamina cs, BUMN-BUMN di industri perbankan dan jasa keuangan juga sibuk mengonsolidasikan diri.

Sebab, mereka juga akan menghimpun diri di dalam holding BUMN perbankan dan jasa keuangan. Jika belum berubah dari rencana semula, holding perbankan dan jasa keuangan akan terbentuk pada kuartal I-2018.

Skema holding-nya sudah terungkap ke publik. PT Danareksa (Persero) bakal berperan sebagai induk usaha empat bank pelat merah.

Sang induk juga menaungi perusahaan-perusahaan jasa keuangan milik negara seperti Permodalan Nasional Madani (PNM) dan Pegadaian. (lihat infografik: Bagan Holding BUMN Perbankan dan Jasa Keuangan)

Meski ditunjuk sebagai induk perusahaan-perusahaan bonafide di industri keuangan tanah air, Danareksa tampak menahan diri dalam memberikan komentar.

KONTAN sudah mengajukan permintaan wawancara kepada Bondan Pristiwandana, Direktur di PT Danareksa (Persero). Juga sudah meminta hal serupa ke dua komisaris Danareksa: Eko Sulistyo dan Dyah Kartika Rin.

KONTAN juga sudah berupaya menemui Direktur Utama PT Danareksa Heru Djojo Adhiningrat di kantornya. Namun, hingga tulisan ini naik cetak, para petinggi Danareksa tak ada yang bersedia diwawancarai. “Soal holding saat ini masih ranah pemegang saham dan bukan ranah direksi Danareksa,” kata Bondan.

Satu hal yang pasti, hingga saat ini, pembentukan holding BUMN perbankan dan jasa keuangan terus berproses. Konsolidasi antar-BUMN pun tengah berlangsung melalui serangkaian aksi akuisisi terafiliasi.

Misal, Danareksa yang punya empat anak usaha bakal melepas beberapa di antaranya. PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk mengakuisisi PT Danareksa Finance dan PT Danareksa Investment Management.

Rencana ini paling tidak sudah muncul sejak pertengahan tahun lalu. Namun, sepertinya baru bisa direalisasikan tahun ini. “Semoga tahun ini rencana pembentukan anak usaha tersebut bisa berjalan sesuai dengan rencana,” kata Mahelan Prabantarikso, Direktur Risk Strategic and Compliance BTN.

Belum jelas benar berapa persen saham duo Danareksa tersebut yang bakal diambilalih oleh BTN. Yang pasti, bank yang fokus di properti tersebut sudah menganggarkan dana hingga Rp 700 miliar untuk menggenjot pertumbuhan anorganik pada tahun ini.

Konsolidasi serupa juga dilakoni PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) dengan PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI). Malah, bisa dibilang pergerakannya lebih cepat ketimbang konsolidasi antara BTN dengan dua anak usaha Danareksa.

Pada November tahun lalu, BRI sudah menyelesaikan proses akuisisi 35% saham PT Bahana Artha Ventura. Aksi ini diawali dengan perjanjian awal yang diteken pada 9 November 2017. Skemanya melalui private placement atau penerbitan saham tanpa hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD).

Tak cukup menjadi pemegang saham, BRI terus bergerak mengincar kepemilikan mayoritas di Bahana Artha Ventura. Targetnya, tahun ini bank tersebut bisa menguasai 65% hingga 70% saham Bahana Artha Ventura.

“Kami ingin menjadi pemegang saham mayoritas supaya bisa menerapkan strategi dan mengangkat direksi,” kata Haru Koesmahargyo, Direktur Keuangan BRI.

Wajar jika BRI ingin menjadi pengendali Bahana Artha Ventura. Bisnis utama mereka menyalurkan kredit untuk segmen usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Setali tiga uang, Bahana Artha Ventura sejak awal didirikan memang sudah diarahkan untuk menyasar segmen UMKM.

Fokus ke bisnis inti

Bagi BRI, Bahana Artha Ventura menjadi modal penting untuk memperlebar pasar UMKM. Terutama, segmen yang feasible secara bisnis namun belum bankable di mata perbankan.

Bukan cuma Bahana Artha Ventura yang diincar BRI. Bank tersebut juga menyimpan hasrat untuk mengambilalih

PT Bahana Sekuritas dari tangan PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI). Yang santer digadang-gadang adalah PT Bahana Sekuritas. Cuma, sejauh ini belum ada informasi perkembangan terbaru terkait rencana tersebut.

Persiapan holding tidak cuma sebatas akuisisi anak-anak BUMN. Fokus bisnis BUMN sejenis di dalam holding juga bakal ditegaskan ulang.

Agar tidak saling makan, sejak jauh-jauh hari Kementerian BUMN juga sudah membagi tugas untuk empat bank negara. Tugas utamanya tidak jauh-jauh dari bisnis utama mereka masing-masing selama ini.

Bank BTN misalnya, bakal difokuskan sebagai bank untuk perumahan. BRI seperti yang sudah dilakoninya saat ini, bakal memfokuskan diri menggarap sektor UMKM.

Sementara Bank BNI akan bermain di ranah consumer. Sedangkan Bank Mandiri diarahkan lebih fokus ke sektor korporasi.

Agar lebih solid, urusan pengelolaan infrastruktur anjungan tunai mandiri (ATM) dan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) diserahkan kepada PT Jalin Pembayaran Nusantara (JPN). Secara bertahap perusahaan switching itu mengoperasikan jaringan ATM milik empat bank pelat merah di bawah bendera Link.

Mesin electronic data capture (EDC) milik keempat bank juga bakal dikelola oleh Jalin Pembayaran Nusantara. Targetnya, tahun ini seluruh infrastruktur pembayaran tersebut sudah berada dalam pengelolaan Jalin.

Oh ya, PT Jalin Pembayaran Nusantara yang mengoperatori infrastruktur ATM Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) juga ada di dalam struktur holding. Berdasar data KONTAN, posisinya ditempatkan sebagai anak usaha Danareksa.

Jalin Pembayaran Nusantara termasuk salah satu kisah sukses konsolidasi demi menyongsong holding. Awalnya, perusahaan ini sepenuhnya dimiliki PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk.

Namun belakangan Telkom melepas anak usahanya itu guna menyokong holding perbankan dan jasa keuangan.

Bank-bank pelat merah pun tampak solid mendukung eksistensi dan operasional Jalin Pembayaran Nusantara. Peralihan pengelolaan infrastruktur ribuan mesin ATM secara bertahap bisa dibilang berjalan mulus.

Masih ditolak
Cuma, perjalanan pembentukan holding BUMN bukanlah tanpa halangan. Kalangan politisi Senayan masih menolak skema holding yang diusung pemerintah.

Menurut Azam Asman Natawijana, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 tahun 2016 yang menjadi pedoman pembentukan holding BUMN, mengerdilkan peran Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Beleid tersebut juga ditenggarai tidak memiliki cantolan ke peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Soal alasan yang pertama, kata Wakil Ketua Komisi VI DPR RI itu, PP 72/2016 telah menghilangkan fungsi DPR ketika akan ada pengalihan kekayaan atau aset negara dari satu BUMN ke BUMN lain. Pada regulasi yang merupakan perubahan dari PP Nomor 44 tahun 2005 itu, pemerintah memang menambahkan pasal 2A.

Isinya, penyertaan modal negara (PMN) yang berasal dari kekayaan negara berupa saham milik negara pada BUMN atau perseroan terbatas kepada BUMN atau perseroan terbatas lain, dilakukan oleh pemerintah pusat tanpa melalui mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Nah, jika di luar mekanisme APBN, DPR merasa tidak memiliki fungsi kontrol dan pengawasan.

Azam beralasan, Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 mengatur, perubahan kekayaan negara menjadi aset BUMN dan PT tidak dapat langsung dikerjakan oleh pemerintah. Melainkan harus dibahas lebih dulu dengan DPR, dalam hal ini Komisi VI dan XI.

Kedua, politisi Senayan mempertanyakan ketentuan soal saham istimewa yang diatur dalam PP 72/2016. “Hanya dengan satu saham istimewa atau khusus di perusahaan, maka perusahaan itu masih bisa dibilang sebagai BUMN dan pemerintah berwenang penuh. Ini kami tidak setuju,” tandas Azam.

Soal saham istimewa (saham seri A dwiwarna) dijadikan pemerintah sebagai instrumen negara untuk mengontrol BUMN yang menjadi anak perusahaan holding BUMN.

Termasuk menyetujui pengangkatan anggota direksi dan komisaris, perubahan anggaran dasar, perubahan struktur kepemilikan saham. Juga segala aksi korporasi yang dilakukan anak usaha holding BUMN.

Dengan begitu, BUMN inbreng yang menjadi anak usaha holding, tetap bisa diminta mengerjakan penugasan pemerintah. Mekanisme kontrol pun tetap bisa dijalankan. Termasuk oleh pemerintah, DPR, dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Berbekal argumentasi ini, holding BUMN, termasuk holding perbankan dan jasa keuangan, tampaknya tidak terelakkan.

Berikutnya: Hasil pemeriksaan si induk semang

Artikel ini sebelumnya sudah dimuat di Laporan Utama Tabloid KONTAN edisi 12  Februari - 18 Februari 2018. Artikel berikut data dan infografis selengkapnya silakan klik link berikut: "Menanti Kehadiran Holding Keuangan"

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×