kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45997,15   3,55   0.36%
  • EMAS1.199.000 0,50%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%
FOKUS /

Jurus OJK agar bank tak kebobolan lagi


Kamis, 23 Maret 2017 / 19:52 WIB
Jurus OJK agar bank tak kebobolan lagi


Reporter: Dupla Kartini, Galvan Yudistira, Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang, Nina Dwiantika, Sinar Putri S.Utami, Yuwono Triatmodjo | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Rentetan kasus pembobolan bank turut menohok Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Rupanya, regulasi yang ketat selama ini tak menjamin perbankan imun dari aksi kejahatan. Agar tak kebobolan terus, wasit industri keuangan ini mengambil sikap tegas. Selain menjatuhkan sanksi kepada bank, OJK juga berbenah secara internal.

Sejak Rabu (22/3), OJK menjatuhkan sanksi kepada PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN). Seluruh kantor kas BTN dilarang melayani pembukaan semua jenis rekening baru, baik tabungan, giro maupun deposito.

Irwan Lubis, Deputi Komisioner Pengawasan Perbankan III OJK mengatakan, pihaknya juga melarang kantor kas BTN mencari sumber dana lewat jasa tenaga pemasaran. “Larangan tersebut berlaku sampai dengan pengendalian internal bank semakin baik dan risiko operasional turun,” papar Irwan, Selasa (21/3).

OJK juga melarang bank pelat merah ini membuka kantor cabang baru atau aktivitas baru lain sampai risiko operasional kembali normal.  "Hukuman berat ini agar ada efek jera," tandas Irwan, Rabu (22/3).

Menurutnya, OJK memberi waktu satu tahun bagi BTN untuk memperbaiki kualitas internal, bisnis proses dan risiko operasional. Jika dalam waktu kurang satu tahun, BTN telah memperbaiki, OJK akan mencabut sanksi itu.

Direktur Keuangan BTN, Iman Nugroho Soeko mengaku, pihaknya menerima sanksi dari OJK, termasuk  larangan melayani pembukaan rekening baru. "Kantor kas tak boleh. Kantor lain boleh," katanya, Rabu (22/3).

Sanksi dijatuhkan menyusul terungkapnya dugaan kasus pembobolan dana nasabah di BTN senilai Rp 258 miliar.  Diduga, pembobolan dana dilakukan oleh sindikat kejahatan bank dan melibatkan oknum Kepala Kantor Kas BTN.

Modus bilyet deposito palsu

Pelaku pembobolan di BTN menggunakan modus pemalsuan bilyet deposito. Empat institusi menjadi korban, yaitu PT Surya Artha Nusantara (SAN) Finance, PT Asuransi Jiwa Mega Indonesia, Asuransi Umum Mega dan Global Index Investindo.

Sindikat pembobol merayu nasabah institusi untuk menempatkan dana di deposito dengan bunga 9,5% per tahun.  Itulah yang membuat tawaran itu menggiurkan.

SAN Finance misalnya, membenamkan dana senilai Rp 250 miliar, dalam dua tahap. Andrijanto, Direktur Keuangan SAN Finance mengatakan, ada orang yang mengaku agen pemasar BTN menawarkan penempatan dana berjangka waktu 3 bulan, berbunga 8,5% per tahun. SAN Finance pun menempatkan dana di BTN Cikeas.

Kepala Kantor Kas BTN Cikeas, lantas menerbitkan sertifikat deposito dan diberikan kepada SAN Finance. "Dalam sertifikat tersebut tercatat dana pertama yang kami simpan Rp 200 miliar. Jadi, kami pikir aman," kata Andrijanto.

Belakangan, dana nasabah yang terdaftar sebagai rekening giro itu sudah dicairkan tanpa sepengetahuan pemiliknya. Institusi yang menjadi korban akhirnya melaporkan perkara deposito palsu itu kepada pihak BTN pada November 2016.

"Itu kasus pembobolan uang nasabah oleh pegawai bank," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya.

Kepala Seksi Penerangan Umum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Waluyo bilang, saat ini, ada tiga tersangka yang telah dilimpahkan ke Kejati Jakarta. Semuanya merupakan pegawai BTN. "Mereka memiliki peran memalsukan bilyet," ungkapnya.

Pembobolan bermodus kredit

Mirisnya, pembobolan dana nasabah BTN terjadi tak lama setelah kasus pembobolan dana di tujuh bank terungkap. Bedanya, pembobolan dana di tujuh bank yang diungkap Bareskrim Polda Metro pada awal Maret 2017, bermoduskan kredit fiktif.

Pembobolan dana terjadi periode Maret-Desember 2015. Kasus ini berawal dari PT Rockit Aldeway sebagai debitur mengajukan kredit modal kerja ke sejumlah bank. Oknum perbankan ditengarai menerima imbalan atas jasa meloloskan permohonan kredit.

“Ini kredit macet yang di dalamnya ada kejahatan. Jadi perusahaan mengajukan kredit dan mempailitkan untuk menghindari pembayaran kredit,” kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya, Kamis (9/3).

Akibatnya, tujuh bank kebobolan Rp 846 miliar. Rinciannya, bank pemerintah  kerugiannya sebesar Rp 398 miliar, sedangkan bank swasta Rp 438 miliar.  Dalam kasus ini, dua tersangka, D dan HS, sudah diamankan petugas pada 23 Februari 2017.

OJK memang belum memberi sanksi kepada bank-bank yang terseret kredit fiktif. Irwan Lubis mengatakan, OJK belum dapat memberikan sanksi kepada bank-bank tersebut karena kasus ketujuh bank itu berbeda dengan BTN. “Namun OJK telah meminta kepada tujuh bank tersebut membentuk pencadangan yang cukup,” ujarnya, Rabu (22/3).

OJK masih menjalankan proses penyelidikan kasus fraud antara Rockit Aldeway dengan ketujuh bank yang terkait. Selanjutnya, OJK akan melakukan pemeriksaan kepada internal-internal perbankan yang terlibat pada pemberian kredit ke Rockit Aldeway.

Regulator juga akan melakukan fit and proper test existing kepada orang di perbankan yang terlibat. Jika terbukti terlibat dalam kolusi pemberian kredit, OJK berjanji mencopot oknum tersebut dari jabatan dan ditutup masa karir mereka di perbankan. "Dan, jika oknum perbankan tersebut terbukti melakukan tindak pidana bank, maka mereka akan dipidanakan oleh perbankan terkait," tegas Irwan Lubis.

Tak hanya itu, OJK juga akan memberikan sanksi kepada lembaga bank bersangkutan. Irwan meminta bank-bank yang terlibat dalam kasus tersebut untuk memperlambat pemberian kredit di kuartal I-2017, serta memperdalam verifikasi data dalam setiap pemberian kredit kepada debitur.

Kontrol bank lemah

Praktisi Hukum Bisnis Ricardo Simanjuntak menilai, dalam kasus pembobolan bank, umumnya menandakan ada kelemahan dalam sistem pengawasan bank. “Kelemahan pengawasan tersebut, sudah bisa diartikan sebagai suatu kecerobohan,” ujarnya.

Terkait ganti rugi, kata Ricardo, bank sudah seharusnya tidak lepas tanggung jawab.

Gatot Trihargo, Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan Kementerian BUMN meminta BTN meningkatkan kontrol internal. "Kasus fraud (penipuan) ini bisa terjadi karena sistem perbankan tidak berjalan dengan baik," katanya, Senin (20/3).

Senada, Angga Aditya Assaf, Analis Trimegah Securities bilang, kasus pembobolan dana di BTN menunjukkan kontrol internal BTN lemah. Kontrol yang lemah ini juga menunjukkan sistem perbankan tidak berjalan dengan baik. “BTN ke depan harus meningkatkan kontrol internal agar kejadian serupa tidak terulang. Untuk bank sebesar BTN memang kasus ini agak kelewatan,” kata Angga.

Menurut Triyono, Kepala Departemen Komunikasi dan Internasional OJK, tahun lalu, BTN memang agresif membuka cabang, sehingga, mungkin kurang memperhatikan proses bisnis.

Untuk itu, OJK meminta BTN bisa menurunkan risiko operasional dengan melakukan evaluasi proses bisnis. Irwan Lubis berharap, BTN bisa melakukan pembenahan tata kelola perusahaan dan proses bisnis. Selain itu, BTN juga diminta meningkatkan pengendalian internal.

Di sisi korban, SAN Finance berharap kasus ini diselesaikan sehingga nasabah mendapatkan kejelasan. "Saya sangat kecewa dengan sistem kontrol yang lemah ini. Seharusnya BTN bertanggung jawab atas hal ini, karena bukti-buktinya sudah jelas," tandas Andrijanto.

Namun, versi manajemen BTN, sertifikat deposito tersebut palsu. Dana itu tidak pernah masuk ke deposito BTN,  melainkan ke rekening sindikat. Pegangan korban hanya sertifikat deposito palsu. Meski korban sempat memperoleh bunga, menurut manajemen BTN, dana itu bukan dari BTN, melainkan dari rekening komplotan sindikat.

Regulator berbenah

Selain menjatuhkan sanksi kepada bank yang kebobolan, OJK sebagai regulator ikut berbenah. Wasit industri keuangan ini berupaya mengoptimalkan pengawasan sektor keuangan. Selasa (21/3), OJK mengumpulkan seluruh pengawas sektor keuangan baik dari pengawas perbankan, pasar modal, dan industri keuangan non-bank. 

Regulator industri keuangan ini ingin menyamakan cara pandang serta mengoptimalkan pengawasan sektor keuangan. "Semua pengawas dikumpulkan agar ada kesamaan persepsi," kata Hendrikus Ivo, Deputi Komisioner Manajemen Strategis IC OJK, Selasa (21/3).

Di bawah koordinasi Departemen Penyidikan Sektor Jasa (DPJK) OJK, semua pengawas kembali ditatar. Tujuannya agar setiap dugaan fraud (penipuan) yang diperiksa di departemen teknis OJK dapat diselidiki akurat dan segera dilimpahkan ke DPJK.

Pasalnya, kata Ivo, kasus-kasus yang muncul belakangan ini, DPJK belum mendapat laporan dari departemen teknis. Alhasil, DJPK  tak bisa langsung melakukan penyidikan cepat.

Tak hanya OJK, Bank Indonesia juga mengambil sikap demi menekan aksi kejahatan perbankan. Bank sentral akan memperketat transaksi giro mulai 1 April 2017. Ada beberapa poin penting yang tercantum dalam PBI No. 18/41/PBI/2016 tentang Bilyet Giro. Pertama, masa berlaku bilyet giro dari semula maksimal 70 hari plus 6 bulan, per 1 April kelak hanya berlaku 70 hari.

Kedua, BI memangkas besaran kliring bilyet giro, yakni maksimal hanya Rp 500 juta dari saat ini tak terbatas. Ketiga, jumlah koreksi maksimal tiga kali pada seluruh kolom kecuali tanda tangan. Bila melewati batasan tersebut, maka secara otomatis nasabah akan dimasukan ke dalam daftar hitam nasional.

Kepala Departemen Penyelenggara Sistem Pembayaran BI Dyah Virgoana Gandhi Nana mengatakan, syarat formal penggunaan bilyet giro juga diperketat. Contoh, wajib terdapat tanggal penarikan, tanda tangan basah penarik, dan tanggal efektif. "Penyempurnaan aturan ini bertujuan meningkatkan keamanan penggunaan bilyet giro. Pasalnya banyak bilyet giro yang dipalsukan" ujarnya, Senin (20/3).

Langkah tegas memang wajib ditempuh regulator. Sebab, tanpa pengawasan dan perlindungan ketat, maraknya kasus pembobolan bank bisa memantik kekhawatiran nasabah.   

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Storytelling with Data (Data to Visual Story) Mastering Corporate Financial Planning & Analysis

[X]
×